Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... Jurnalis - AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Vox Populi Vox Dangdut

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Keberadaan Travel Gelap, Antara Peraturan dan Kebutuhan

11 April 2024   18:31 Diperbarui: 12 April 2024   08:20 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mobil travel ilegal terlibat kecelakaan beruntun di KM 58 Tol Jakarta-Cikampek, Senin 8/4/2024. (Sumber foto: Kompas.com)

Pada hari Senin awal pekan ini, tepatnya 8 April 2024, terjadi sebuah tragedi kecelakaan memilukan di ruas Tol Jakarta-Cikampek, tepatnya di kilometer (KM) 58.

Peristiwa tersebut bermula dari mobil minibus GranMax yang sedang berjalan di lajur contra flow arah Cikampek tiba tiba masuk ke jalur berlawanan dan langsung dihantam 'adu banteng' oleh bus Primajasa.

Naas, hantaman tersebut mengakibatkan mobil Gran Max langsung terbakar di lokasi kejadian. Selain itu, satu mobil minibus Daihatsu Terios yang ikut menghantam bus Primajasa akibat peristiwa tersebut, juga langsung terbakar.

Usai peristiwa tersebut, 13 korban kecelakaan dinyatakan meninggal dunia. Sebagian besar ditemukan dalam keadaan tak utuh akibat luka bakar yang diderita usai terjadinya kebakaran akibat tabrakan yang sangat keras.

Sejumlah kalangan mensinyalir mobil Daihatsu Gran Max yang terlibat kecelakaan tersebut adalah kendaraan umum (travel) yang beroperasi secara ilegal. Dugaan ini pun akhirnya dibenarkan oleh Kementerian Perhubungan serta Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Kondisi pengemudi Daihatsu Gran Max yang kelelahan akibat jam kerja yang berlebihan, diduga menjadi penyebab terjadinya kecelakaan pada H-2 Idul Fitri 1445 H itu. Faktor kelebihan muatan kendaraan pun seolah menjadi 'pelengkap' penyebab peristiwa memilukan tersebut.


"Pengemudi itu (Gran Max) letih karena dia mondar-mandir kejar setoran, dan kendaraannya juga kelebihan muatan. Kemudian, (angkutan Gran Max) itu juga ilegal," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi seperti dikutip Bisnis.com pada 10 April 2024.

Karena itu, Budi menegaskan Kemenhub akan berkoordinasi dengan Korlantas Polri untuk menggiatkan pemeriksaan terhadap legalitas para penyedia jasa angkutan umum. Kepolisian pun disebut Budi akan melakukan razia terhadap para penyedia jasa angkutan untuk memberantas praktik travel gelap.

Peristiwa kecelakaan pada Senin lalu---yang melibatkan angkutan travel ilegal---mengingatkan saya pada kecelakaan yang pernah terjadi sebelumnya. Dan sama-sama melibatkan mobil Gran Max serta terjadi di jalan tol.

Peristiwa tersebut yakni kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh selebritas Ahmad Abdulqadir Jaelani alias Dul, putra musisi Ahmad Dhani. Peristiwa yang terjadi pada tahun 2013 silam menyebabkan 6 orang meninggal dunia.

Kejadian naas tersebut bermula saat kendaraan sedan yang dikendarai Dul---yang saat itu baru berusia 13 tahun---keluar jalur dan menabrak dua kendaraan dari arah berlawanan.

Adapun salah satu kendaraan yang terlibat dan ditabrak oleh Misubishi Lancer yang dikemudikan Dul itu adalah Daihatsu Gran Max yang diisi oleh 13 orang. Dan 6 orang korban meninggal dunia adalah penumpang Gran Max ini.

Salah satu keluarga korban menuturkan, kursi Daihatsu Gran Max yang terlibat kecelakaan itu dimodifikasi sehingga formasi kursi belakang saling berhadapan seperti di angkutan kota.

Dengan modifikasi tersebut, tentu tak sulit untuk mengidentifikasi bahwa Daihatsu Gran Max yang ditabrak Si Dul adalah kendaraan angkutan umum (omprengan) ilegal, yang selama ini beroperasi di jalur Tol Jagorawi.

Kebetulan, saya juga sempat menjadi pengguna reguler kendaraan omprengan trayek tersebut.

Jadi ceritanya, dahulu di masa-masa awal saya mulai bekerja di Jakarta dan berdomisili di Bogor, KRL Jalur Jakarta- Bogor hanya beroperasi hanya sampai sekitar pukul 22:00 WIB. Sementara pekerjaan saya mengharuskan saya lebih sering pulang kantor di atas jam tersebut.

Kolega saya pun memberitahu ada angkutan alternatif bagi pekerja di Jakarta yang akan pulang ke Bogor dan sekitarnya, yakni mobil omprengan yang mangkal di seberang kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI) di daerah Cawang, Jakarta Timur.

Omprengan tersebut melayani trayek UKI-Simpang Tol Citeureup-Terminal Baranangsiang-Perempatan Ciawi. Dilayani oleh armada Daihatsu Gran Max dan Suzuki APV.

Ketika pertama menggunakan omprengan tersebut, saya baru tahu ternyata banyak juga penumpangnya. Dan omprengan ini menggunakan sistem ngetem hingga full capacity barulah diberangkatkan.

Dan benar saja, kapasitas penuh omprengan ini adalah 12 penumpang dan 1 pengemudi. Ini sesuai dengan jumlah penumpang Daihatsu Gran Max yang ditabrak Si Dul dan serta yang terlibat kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek.

Saya pun 'pensiun sementara' menjadi pengguna omprengan, dan kembali menggunakan KRL untuk pulang ke Bogor saat jadwal KRL terakhir Jakarta-Bogor ditambah dan kereta terakhir berangkat sekitar pukul 23:45.

Akhirnya, saya kembali menjadi pengguna omprengan Cawang-Bogor, di masa pandemi Covid-19 lalu saat jadwal perjalanan KRL Jakarta-Bogor hanya sampai sekitar pukul 18:00 sebagai dampak PSBB. Saya pun kembali melihat banyak juga pekerja yang menggunakan omprengan sebagai moda transportasi pilihan di masa pandemi.

Sekarang pun saya sesekali masih menggunakan omprengan itu untuk pulang, jika ada keperluan di Jakarta yang mengharuskan saya pulang melewati jam operasional terakhir KRL Commuter Line Jabodetabek. Penumpangnya pun masih cukup banyak, meski tak sebanyak di masa pandemi.

Sebagai salah satu pengguna angkutan yang selama ini disebut angkutan ilegal, saya pun maklum jika di musim mudik saat ini, jasa travel ilegal banyak digunakan oleh para pemudik untuk pergi ke kampung halaman.

Meskipun angkutan jalan raya lainnya yakni bus antarkota antarprovinsi cukup tersedia dan sudah banyak diselenggarakan program mudik gratis, namun travel ilegal masih memiliki celah pasar tersendiri.

Kepraktisan. Ya itulah salah satu 'daya tarik' angkutan travel ilegal, termasuk di musim mudik Lebaran seperti saat ini. Umumnya, travel gelap ini menggunakan metode shuttle, alias penjemputan di titik yang telah disepakati bersama antara pengemudi dengan penumpang, untuk diantarkan ke titik tertentu di wilayah tujuan.

Cara ini bagi sebagian pemudik dinilai lebih praktis dan memudahkan, karena dekat dengan domisili calon penumpang. Daripada angkutan bus yang hanya bisa naik dari terminal atau agen perwakilan.

Dan karena menggunakan nomor polisi pelat hitam atau putih, yang notabene peruntukannya adalah kendaraan pribadi, maka angkutan ilegal ini lebih "bebas" dalam mencari penumpang. Sementara angkutan umum pelat kuning tentu harus beroperasi sesuai dengan trayek yang terdaftar.

Karena itu, sebagai orang yang pernah menggunakan angkutan pelat hitam, saya memaklumi jika banyak pemudik yang lebih memilih memanfaatkan angkutan ilegal untuk mudik ke kampung halaman.

Kehadiran angkutan pelat hitam ini, dalam situasi dan kondisi tertentu, seolah menjadi alternatif bagi sejumlah keterbatasan yang dimiliki angkutan resmi berplat kuning. Meskipun jelas bahwa operasional angkutan ilegal tentu merupakan sebuah pelanggaran hukum.

Karena itu, meskipun telah berulang kali dilakukan razia terhadap angkutan ilegal, termasuk razia yang akan kembali digencarkan pasca keterlibatan angkutan travel ilegal dalam kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek baru-baru ini, namun keberadaan angkutan pelat hitam ini rasanya masih sulit untuk dihilangkan secara total, selama pasarnya masih ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun