Dan tidak ada suara lagi.
Hening!
Abie takut pak!
Hiks, ....
Dan gelap kadang tak bersahabat, bersama gurat kilat mencakar langit malam dari balik jendela kamar. Tangan Abie mengkerut takut Pak, memeluk tas gendong Transformer, ingin rasanya memasukan semua rasa takut ke dalamnya. Kalau bisa.
Kata-kata terputus dari anak kalimat, koma, lalu titik-titik kosong. Senyap, tak ada lagi Bapak akan masuk ke kamar, dan bilang; "Semua baik-baik saja, Abie."
Petir lenyap, angin mengatup bisu bersama malam yang dingin, dan abie lalu terbangun sendiri. Memulai semuanya sendiri, seperti ketika Ibu pergi sebelumnya.
Mbok Darmi bilang, "Ibu cari uang buat biaya Abie." Selalu ada si Mbok, memeluk dan mengurus keperluan semuanya. Abie sayang Mbok, "Mbok sayang Abie."
Begitu damai dalam pelukan mbok Darmi, seperti dalam kertas ulangan seorang wanita memeluk anak kecil. Dalam essay bertanya, gambar ini menunjukan kasih sayang seorang?
Abie jawab saja, "Seorang Pembantu!"
***
Dalam perjalanan pulang sekolah, Abie lamat-lamat mendengar lantunan piano berdentang di ujung kafetaria, ketika melintas ke dekat etalase panel-panel kaca di Time Square.
Musik selesai bermain, pengunjung kafe bertepuk tangan. Semua sudah selesai, drama musikal tuntas dimainkan. Lalu hening menghadap senjakala.
Abie sih sudah tidak ingin menangis lagi. Kepala ini tengadah ke atas langit, lalu ngomong, "Iya, Bapak tidak di atas sana, tapi ada di bawah kaki berpijak, menopang dengan doa-doa, supaya kelak ke sana, semua bakal baik-baik saja."