Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Merawat Objektivitas dan Rasionalitas dalam Pemilu

2 Februari 2024   06:20 Diperbarui: 7 Februari 2024   02:16 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pemilu 2024. (Kompas.id/Supriyanto)

Mendekati hari pencoblosan, dinamika perpolitikan Indonesia nampak terasa semakin panas dan tegang. Tentu, kepanasan dan ketegangan tersebut hanya dirasa oleh para kontestan serta pendukung masing-masing paslon, mengingat mereka sedang berkompetisi memenangkan kursi legislatif dan atau eksekutif.

Terutama pilpres yang cukup menyedot perhatian hampir seluruh elemen masyarakat, mulai dari kelas elit sampai alit. Saling sindir antar paslon, perang urat saraf antar pendukung serta adu program, gimmick, narasi masing-masing kontestan bukti sengitnya pertarungan politik nasional.

Tidak sedikit kemudian orang yang merasa pengab dengan hingar-bingar perpolitikan saat ini sembari berharap kondisi ini cepat berlalu serta kembali kondusif seperti biasanya. Pengab, karena gara-gara beda dukungan politik harus bermusuhan dan memutus silaturahmi. Saling olok dan caci-maki jadi pemandangan lumrah dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagian orang bahkan ada yang sudah kehilangan rasionalitas serta objektivitasnya dalam mendukung salah satu kontestan pemilu. Mereka sudah tidak mau menerima fakta meskipun nyata di depan mata, pokoknya paslon dukungannya benar dan yang lain salah.

Realitas ini bisa kita saksikan setiap saat di dunia maya, khususnya media sosial Twitter (X), Facebook, TikTok, Instagram, Whatsapp dan YouTube. Fenomena saling delete, unfriend dan keluar grup banyak kita temukan, hanya gara-gara kalah debat dan beda pilihan politik.

Memang benar, setiap momen pemilu polarisasi semacam ini terjadi. Masyarakat terbelah jadi dua kelompok besar bernama haters (pembenci) dan overs (pencinta). Haters identik dengan orang yang beda pendapat terkait kandidat tertentu, sementara lovers sebaliknya.

Meskipun secara esensi haters dan lovers itu sebenarnya sama, sama-sama tidak rasional dan objektif dalam melihat dan menilai sesuatu. Contoh sederhananya saja, jika sang idola salah, pasti para pendukungnya (lovers) akan menyusun rasionalisasi dan pembenaran.

Ilustrasi pemilih objektif dan rasional | detik.com/kiagoos auliansyah
Ilustrasi pemilih objektif dan rasional | detik.com/kiagoos auliansyah

Kuatnya Motivasi Berkuasa Para Kontestan Pemilu 

Ternyata, bukan hanya pendukung para kontestan pemilu yang mulai kehilangan rasionalitas serta objektivitasnya sebagaimana tergambar di atas. Malahan banyak peserta pemilu, baik eksekutif maupun legislatif yang sudah kehilangan akal sehatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun