Pindang Patin Tempoyak di depan saya adalah salah satu olahan tersebut.
Tampilannya menarik, dengan kuah agak kental berwarna kekuningan. Hidangan itu menguarkan aroma rempah, khas masakan berkuah Nusantara, dan sekelebatan wangi buah durian. Hmmm ..., tampak sedap.
Di dalamnya terdapat potongan ikan patin, tomat, nanas, daun kemangi, daun bawang, dan terong bulat.
Sesendok kuah memasuki rongga mulut. Saya mendapatkan pengalaman rasa yang berbeda. Komposisi pas dari rasa asin, asam samar, dan manis menciptakan kuah segar.
Manisnya kuah menyentuh lidah. Berasal dari legitnya buah durian yang masih tertinggal pada Tempoyak, kendati telah difermentasi. Aroma dan rasa durian tercecap samar.
Secara keseluruhan, asam dan asin mengimbangi manis. Membentuk kuah yang sangat gurih, menyegarkan, dan membuat lidah enggan mengaso barang sejenak dari kegiatan mengunyah.
Bumbu meresap sempurna pada lembutnya daging ikan patin. Menghasilkan paduan rasa lezat sempurna, yang membuat mulut tak henti-hentinya melumat hidangan hingga titik kuah pengabisan.
Bagi saya, menyantap Pindang Patin Tempoyak adalah pengalaman baru. Pengalaman pertama mencecap Tempoyak --hasil fermentasi daging durian-- sebagai bumbu masakan.
Ternyata makanan/bumbu khas Palembang ini memperkaya rasa. Pengalaman pertama pembuat bahagia indra perasa, yang kemudian mendesak-desak jiwa untuk kembali lagi menikmati Pindang Patin Tempoyak.
Entar dulu ah! Sabar dikit, napa?