BAKSO. Siapa sih yang tak kenal masakan berkuah dengan lumatan daging berbentuk bulat itu? Ada yang tidak menyukainya? Agaknya, tidak mudah menemukan orang "antibakso" di sekitar kita.
Kuah gurih dan bulatan dagingnya mengantar penikmatnya kepada penjelajahan rasa yang tidak membosankan. Penambahan sambal, cuka/perasan jeruk, saos, dan kecap akan memperkaya pengalaman rasa.
Beberapa waktu lalu saya mampir dan makan bakso. Dulunya itu warung nasi. Tidak diketahui alasan warung berhenti berjualan nasi.
Ganti pemilik dan barang dagangan. Sekarang pada gerai terpajang pentol bakso, bihun dan mi kuning matang, serta sayur sawi (caisim) dan kecambah (tauge).
Ke situlah saya mengantarkan badan, untuk memesan bakso bihun dengan sedikit garam dan tanpa dibubuhi micin. Menyantapnya dengan ditambah sedikit sambal dan cuka. Tidak pakai saus botolan pun kecap, agar rasa asli bakso dan kuahnya lebih terasa.
Kebiasaan saya, lebih dahulu menghabiskan kuah, bihun, dan sayur. Bulatan daging kenyal adalah perayaan terakhir, demi merasakan pentol bakso enak atau tidak; lebih terasa daging atau tepung.
Pentol bakso terbuat dari daging sapi dihaluskan. Ditambah tepung tapioka (sepersepuluh hingga sepertiga dari berat daging), merica (lada), dan bumbu lainnya. Makin sedikit kandungan tepung, pentol terasa dagingnya. Lebih enak.
Daging dihaluskan, lalu dicampur tepung, bumbu-bumbu, dan es. Penambahan es batu mendinginkan dan melembutkan adonan, serta menghalangi tumbuhnya bakteri.
Pengetahuan ini saya dapat ketika menyaksikan proses pembuatan adonan bakso di pasar. Biasanya, pada satu bagian dari pasar tradisional itu terdapat kios-kios penyedia bahan bakso dan mi ayam serta penggilingannya
Di sana harga daging per kilo khusus untuk pedagang bakso cenderung lebih murah, daripada untuk umum. Selain daging sapi, terdapat semua bahan dan peralatan untuk berdagang bakso dan mi ayam.