Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Cuti Melahirkan 6 Bulan Tak Bikin Perusahaan Rugi

23 Juni 2022   16:59 Diperbarui: 23 Juni 2022   18:19 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu, ayah, dan bayi oleh smpratt90 dari pixabay.com

Begitu pendapat Mirah Sumirat, menanggapi RUU KIA. Pemberian cuti melahirkan tidak bakalan merugikan perusahaan, bahkan dapat menambah produktivitas.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) itu menyampaikan argumentasi, cuti yang terlalu singkat justru membuat buruh perempuan sering mengajukan izin untuk mengurus bayi. Atau berhalangan masuk karena alasan kesehatan. Selanjutnya, Mirah menyatakan bahwa buruh perempuan lebih ulet, lebih tekun, lebih fokus, lebih rajin (sumber).

Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA), yang sedang digodok di Senayan, menyebutkan ibu melahirkan mendapat cuti 6 bulan.

Dalam rancangan produk hukum tersebut, pemberian cuti melahirkan selama enam bulan diikuti dengan pemberian gaji 100 persen untuk tiga bulan pertama dan 75 persen untuk tiga bulan tersisa.

DPR juga menginisiasi cuti paling lama 40 hari bagi suami mendampingi istri melahirkan, atau paling lama 7 hari apabila istrinya mengalami keguguran. Undang-Undang yang berlaku sekarang memberikan 2 hari cuti.

Substansi usulan beleid tersebut kira-kira sejajar dengan seruan UNICEF agar para orang tua mengambil, setidaknya, 6 bulan cuti demi merawat anak (maternity leave). 

Sekitar 40 negara telah mewujudkan kebijakan cuti berbayar bagi pekerja pria, untuk turut mengasuh anaknya yang baru lahir.

Paternity leave, juga disebut parental leave, merupakan cuti yang diambil oleh pekerja ayah dan ibu secara bersamaan (sumber).

Beberapa negara memberikan parental leave cukup panjang, semisal: Jepang (30 pekan); Spanyol (16 pekan); Korea Selatan (15 pekan); Swedia (11 pekan); Islandia (9 pekan); Kanada (5 pekan); India (1,5 pekan); Meksiko (1 pekan) [sumber].

Meskipun ada kebijakan demikian, tidak selamanya kesempatan tersebut diambil oleh para ayah di negara itu. Berbagai alasan mendasari keputusan, misalnya:

  • Kekurangan staf di kantor.
  • Suasana kurang kondusif untuk mengambil cuti
  • Mengkhawatirkan kelangsungan karier.
  • Berlaku hanya bagi pria (ayah) yang bekerja di kantor pemerintah.
  • Mayoritas tidak menerapkan aturan tersebut, karena bekerja di sektor tidak formal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun