Untuk itu, kontraktor harus melayangkan surat kepada PPK disertai bukti foto keberadaan utilitas yang menghambat pekerjaan. Kemudian PPK membuat surat dengan dilampiri berkas milik kontraktor, ditujukan kepada instansi terkait. Bersamaan dengan itu, beberapa tembusan dikirimkan ke berbagai pihak berkepentingan.
***
Pada saat asyik melakukan penggalian, mendadak operator excavator menghentikan kegiatan. Kabel sebesar paha gadis belia menyembul empat puluh sentimeter dari permukaan tanah, menghalangi garukan lengan beko.
"Coba digeser dengan bucket!" Teriak Rudolfo kepada operator.
Lengan besi alat berat itu berusaha mengangkat kabel, namun operator tidak meneruskannya, "ngeri putus, Pak. Saya gak berani," suaranya terdengar serak.
Kepala Rudolfo mendadak pening. Sebuah dilema tersaji di hadapannya. Menempuh prosedur birokrasi berbelit, pasti akan menyita waktu. Sedangkan kelambatan akibat tertundanya pekerjaan galian, merugikan baginya.
Bayangkan! Kendala dengan adanya utilitas bukanlah soal force majeure. Bukan juga kesalahan operator excavator.
Bila pekerjaan galian terpaksa dihentikan olehnya akan menimbulkan kerugian. Ia harus membayar Rp 150 ribu per-jam untuk sewa beko dan Rp 250 per-hari untuk upah operatornya. Itu pun belum ditambah kerugian akibat efek domino penghentian pekerjaan.
Menghadapi situasi rumit itu, Rudolfo segera mengambil foto-foto seperlunya, kemudian menuju bedeng. Sejenak ia tenggelam pada layar laptop, kemudian mencetak dokumen dan foto-foto, lalu memasukkannya ke dalam amplop cokelat.
"Segera kirimkan berkas ini ke kantor dinas. Jangan lupa, buku ekspedisi ditandatangani oleh si penerima."