Sementara dalam demokrasi, seseorang menjadi pejabat publik harus melalui pemilihan umum.
Dan Gibran menjadi Wapres juga melalui proses politik yang cukup panjang.
Dikatakan, dalam membangun dinasti politik, pewarisan kekuasaan seringkali tanpa melalui proses rekrutmen yang adil dan terbuka atau dengan mengesampingkan meritokrasi.
Meritokrasi adalah prinsip yang mengutamakan kemampuan dan prestasi seseorang dalam menemukan posisi atau jabatan.
Terkait dengan meritokrasi, berbagai pertanyaan bernada pesimistis pernah muncul terhadap kapabilitas AHY yang menjabat Ketua Umum.
Kedudukan penting di partai akan sia-sia tanpa elektabilitas tinggi, kata direktur sebuah lembaga survei. Sosok AHY tidak setenar SBY saat mendirikan Demokrat. Tanpa jabatan publik, AHY disebutnya bakal kepayahan mendongkrak suara Demokrat dan bahkan elektabilitasnya sendiri. (bbc.com - 18/03/2020)
Sementara, Megawati tak kunjung menyerahkan kepemimpinan kepada Puan Maharani. Puan pun selalu berada dalam bayang-bayang Megawati, ibarat gadis yang harus dicarikan jodoh oleh ibundanya. Dan itu menjadi kendala bagi Puan dalam melakukan komunikasi politik.
Sedangkan mengenai Gibran, peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menilai, Gibran memiliki tiga kelebihan dibanding kandidat cawapres Prabowo yang lain.
Pertama, Gibran dianggap sebagai sosok representasi dari Presiden Jokowi. Dengan representasi itu, Gibran dinilai bisa mengalirkan suara dari para pendukung Jokowi ke Prabowo.
Kedua, Gibran yang merupakan Wali Kota Solo dinilai sebagai sosok yang mampu memenangkan suara di Jawa Tengah di Pilpres 2024 mendatang.
Ketiga, Gibran menjadi angin segar bagi koalisi Indonesia Maju (KIM). Gibran dinilai bisa menjadi titik temu dari kepentingan partai-partai politik di KIM, yang masing-masing mengusulkan satu nama untuk menjadi bakal calon wakil presiden. (tribunnews.com -- 13/10/2023)