Mohon tunggu...
Ronny P Sasmita
Ronny P Sasmita Mohon Tunggu... Analis Ekonomi Politik Internasional Financeroll Indonesia -

Penyeruput Kopi, Provokator Tawa, dan Immigrant Gelap di Negeri Kesunyian

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Oposisi Sunyi Jomblo Sejati

13 Maret 2016   12:02 Diperbarui: 13 Maret 2016   12:14 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendekar tak takut berjalan sendiri, begitu ucapan pamungkas Prabowo Subianto kepada awak media setelah acara Peringatan Ulang Tahun ke-8 Partai Gerindra di Kantor DPP Partai Gerindra, Ragunan, Jakarta Selatan, Sabtu (6/2/2016). Jawaban ini nampaknya sekaligus menjadi penegasan bahwa beberapa partai pentolan dalam Koalisi Merah Putih akan merapat dan parkir di istana, sebagai mana santer belakangan dikabarkan media. Sebut saja misalnya PAN, Golkar versi Bali dan Ancol, dan PPP versi Munas Jakarta.

Mantan calon presiden nomor urut satu itu menegaskan, Gerindra tetap setia kepada rakyat Indonesia dan tak pernah takut untuk membela kepentingan bangsa dan negara. "Gerindra setia kepada rakyat Indonesia, setia kepada merah putih, setia kepada Republik Indonesia. Kita enggak pernah surut cinta kita kepada bangsa negara. Kita enggak pernah takut yang benar itu benar, yang salah itu salah. Kita tak akan takut membela kepentingan bangsa dan negara. Kalau enggak sanggup lebih baik kita minggir saja," seru Prabowo.

Nampaknya cukup dalam pernyataan-pernyataan beliau kali ini. Pendekar yang lari tunggang langgang, kehabiran jurus, kemudian tanpa teding aling-aling meninggalkan markasnya untuk mendapat berbagai konsesi dari lawan lama yang belum juga puas dengan kemenanganya, langsung terkena point-point penyataan beliau. Itu adalah pernyataan ikhlas menjomblo tapi penuh dengan analogi-analogi logika terbalik yang menyatakan kekecewaan atas mantan kawan-kawan dekatnya.

Prabowo maupun Gerindra, nampaknya sadar betul bahwa tak ada kawan yang abadi di dalam politik. Sehingga memahami segala model keputusan yang diambil oleh mantan kawan-kawan sekoalisinya, off the record maupun on the record, mau tak mau adalah sikap politik realistis yang layak diambil untuk saat ini. Perkara kemudian tersisa sendiri (mungkin tidak sepenuhnya sendiri karena PKS belum menentukan sikap), itu tentu perkara lain. Dalam konstelasi politik yang masih sangat fleksible, dimana gambar jelas tentang arsitektur politik istana belum terlihat, peta konfigurasi dukungan politik belum baku, tarikan dan dorongan masih sangat dinamis. Sehingga peluang-peluang bagi yang belum mendapatkan konsesi politik masih sangatlah besar. Yang terpaksa bergabung dengan pemerintah akibat sebab musabab kekisruhan internal atau yang memang menjilat sana sini untuk diajak masuk ke dalam istana adalah mangsa empuk dari konstelasi politik semacam ini

Namun ada logika analogis Prabowo yang agak berbeda kali ini. Pernyataanya terdengar netral, tapi terkesan dalam dan menendang. Dibalik pernyataan itu, tersimpan cibiran sarkastis bahwa yang keluar dari rumah besar bernama KMP adalah pendekar-pendekar gagal yang ketakutan berlama-lama diluar lingkaran kekuasaan istana. Apalagi jika disandingkan dengan pernyataan Ade Komarudin belum lama ini yang juga membawa-bawa kata "ikhlas" sebagai aksentuasi pernyataan kebersediaan Golkar bergabung dengan lapak istana. Keduanya terkesan sangat kontras, walau menggunakan kata sifat yang sama, yaitu ikhlas. Yang satu ikhlas ditinggalkan dan yang satu ikhlas meninggalkan.

Namun demikian, terlepas ada logika sindir-menyindir, kesamaan pada satu kata itu menandakan satu hal, yakni mereka bercerai dengan baik-baik, tanpa intimidasi dan paksaan, apalagi KDRT politik. Mungkin saja pihak Gerindra merasa dikhianati, atau pihak Golkar dan PAN merasa tak dinafkahi, tapi at the end, mereka sepakat berpisah baik-baik, tanpa keributan dan aksi saling caci maki layaknya yang terjadi didalam internal Golkar belum lama ini.

Setidaknya ini point penting dari kedewasaan politik kedua belah pihak. Pesan moralnya, jikapun harus bercerai, bercerailah dengan ikhlas dan baik-baik. Jika yang satu ingin berselingkuh, berselingkuhlah dengan ikhlas layaknya Golkar dan PAN. Dan jikapun tak beruntung alias ada diposisi terkhianati karena ada yang berselingkuh, maka terimalah dengan ikhlas. Karena bagi yang berselingkuh, logikanya tetaplah sama, berselingkuh itu indah. Karena itu terima sajalah dengan ikhlas, lha wong yang selingkuhnya aja ikhlas, masa yang tak selingkuh memaksakan diri untuk tidak ikhlas. Lha pie[caption caption="jantoo.com"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun