Dan di sinilah letak keresahan kita sebagai warga negara. Kita mendambakan pejabat yang merakyat, bukan yang berjoget ria di panggung seolah negeri ini taman hiburan.
Kita membutuhkan empati yang hadir dalam bentuk kebijakan, bukan tarian yang dibungkus alasan "hiburan".
Kita ingin melihat rencana kerja, bukan koreografi. Kita mendambakan musik yang menenangkan hati berupa penurunan harga sembako, bukan dentuman yang menambah sakit kepala.
Pada akhirnya, sindiran Orwell kembali menjadi relevan. Di negeri ini, semua orang memang setara. Namun sebagian orang, terutama mereka yang memiliki jabatan, sepertinya lebih setara dalam menikmati kemewahan, bahkan dalam hal menari di atas penderitaan rakyat.
Maka, jika pejabat kita begitu lihai berjoget, mungkin sudah saatnya rakyat menghentikan tepuk tangan palsu dan mulai meminta pertunjukan yang sesungguhnya, kerja nyata.
Karena pada titik tertentu, pesta harus usai, musik harus dihentikan, dan panggung harus kembali digunakan untuk sesuatu yang lebih bermakna.
Sampai saat itu tiba, kita hanya bisa menatap dengan getir dan bertanya dalam hati, apakah ini pemerintah atau sekadar rombongan penari keliling yang tak pernah lelah mencari sorotan kamera?
Di negeri ini, pejabat boleh saja menari, tapi jangan lupa, rakyat tidak bisa hidup dari tepukan tangan.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI