80% remaja putri di Ponorogo pernah melakukan hubungan seks pranikah. Sedangkan pada remaja pria, data angka persentasenya sedikit lebih besar lagi.
Demikian data dari hasil survei secara acak selama kurun waktu enam bulan terakhir, yang disampaikan oleh Ketua KPPA (Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) kabupaten Ponorogo, pada hari Jumat tanggal 17 Desember 2010.
Data angka yang sangat mengejutkan. Angka persentasenya sangatlah tinggi.
Angka persentase itu berarti dapat dibaca sebagai 4 orang gadis dari 5 orang gadis yang ada di Ponorogo itu sudah pernah melakukan seks pra nikah sehingga sudah tidak perawan lagi.
Data angka persentase itu sangat jauh diatasnya data angka persentase serupa di kalangan para remaja Jabotabek yang sekitar 51%, sebagaimana data yang pernah dirilis oleh BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Bencana Nasional) pada awal bulan Nopember lalu.
Namun data angka persentase di Ponorogo itu masih dibawahnya data angka persentase di kalangan para mahasiswi kota Yogyakarta yang mencapai 97,05%, sebagaimana yang pernah dirilis oleh LSCK PUSBIH (Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora) pada tahun 2002 yang lalu.
LSCK PUSBIH menemukan fakta dari 1.660 orang responden yang tersebar di 16 perguruan tinggi di kota Yogyakarta, 97,05% dari responden itu mengaku kehilangan keperawanannya dalam periodisasi waktu kuliahnya.
Lalu, dari 1.660 responden itu 73% dari mereka itu mengaku melakukan aktivitas seks pra nikahnya tersebut dengan menggunakan metode coitus interupt. Sedangkan selebihnya yang 27% mengaku melakukannya dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Perihal tempat melakukan aktivitas seksnya tersebut, 63% mengaku melakukannya di tempat kos teman pria partner seksnya. 14% di tempat kosnya sendiri, 21% mengaku di losmen atau hotel kelas melati. 2% di tempat-tempat wisata.
Biasanya, respon pertama yang timbul atas dirilisnya data angka persentase semacam itu adalah soal tingkat validitasnya. Ujungnya bermuara ke soal penolakan atas representasi data sampling tersebut sebagai mewakili komunitas secara keseluruhan.
Singkat kata, data itu dianggap terlalu tinggi angka prosentasenya sehingga diragukan validitasnya dan dianggap tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Atau dalam arti kata lain, data itu tidak boleh dipakai untuk meng-gebyah uyah-kan.
Terlepas dari perdebatan soal itu, sesungguhnya memang sudah menjadi pengetahuan umum bahwasanya di zaman sekarang ini yang disebut sebagai seks pra nikah itu sudah jamak dilakukan oleh siswa/i Sekolah Menengah Pertama sampai mereka para mahasiswa/i Perguruan Tinggi.
Dimana beberapa waktu yang lalu pun Komisi Nasional Perlindungan Anak juga pernah merilis data hasil survei di 12 kota besar di Indonesia pada tahun 2007, dimana 62,7% remaja yang duduk di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) pernah berhubungan intim dan 21,2% siswi SMA (Sekolah Menengah Atas) pernah menggugurkan kandungannya.
Selaras dengan asumsi dan data tersebut diatas, konon pada tahun 2007 lalu pernah dirilis hasil dari surveinyaDurex dan Harris Interactive yang menunjukkan bahwa usia rata-rata kehilangan keperawanan di Indonesia itu sekitar 19,1 tahun.
Angka usia di Indonesia itu berada di urutan ke 9 dari 10 negara Asia yang disurvei, yaitu Malaysia (23 tahun), India (22,9 tahun), Singapore (22,8 tahun), China (22,1 tahun), Thailand (20,5 tahun), HongKong (20,2 tahun), Vietnam (19,7 tahun), Japan (19,4 tahun), Taiwan (18,9 tahun).
Namun, angka usia di Indonesia itu masih diatasnya usia rata-rata di 27 negara Eropa yang sekitar 16 tahun, dengan usia tertinggi di Spanyol yang sekitar 19,2 tahun dan usia terendah di Iceland yang sekitar 15,6 tahun. Maupun juga di Amerika Serikat yang sekitar 18 tahun.
Dari data-data diatas dapat disimpulkan bahwa sekarang ini sudah semakin sulit menemukan gadis yang masih perawan, Sama sebangun, juga berarti semakin sulit menemukan pejaka yang masih perjaka.
Dan, beberapa kalangan menengarai bahwa ke masa depan, hal yang sudah sulit ditemukan itu akan menjadi bertambah semakin sulit lagi.
Beberapa kalangan lain mengajukan solusi atas permasalahan itu, yaitu dengan pendekatan pemberian pengajaran sex education terhadap para remaja itu.
Tapi, dalam soal sex education yang akan diajarkan kepada para remaja itu, juga masih mengandung polemik.
Yaitu, tujuan utamanya memberikan pengetahuan soal organ reproduksi dan hubungan seks yang sehat dan aman, disertai dengan pengetahuan cara mencegah kehamilan dan penularan penyakit akibat hubungan seks ?. Atau, tujuan utamanya untuk memberikan pengertian agar mereka tidak melakukan seks pra nikah ?.
Jangan-jangan, sebenarnya mayoritas masyarakat Indonesia itu pada zaman sekarang ini memang sudah bisa menerima atau bahkan merestui anak-anaknya untuk melakukan hubungan seks pra nikah asalkan tidak sampai hamil dan tidak tertular penyakit.
Jika demikian, maka makin sahihlah bahwa memang di masa depan itu akan semakin sulit mencari gadis yang masih perawan dan pejaka yang masih perjaka, dalam arti kata yang belum pernah melakukan hubungan seks pra nikah.
Hal lainnya yang berhubungan dengan itu, bisa jadi itu merupakan indikasi di masa mendatang akan semakin banyak terjadi kasus-kasus perselingkuhan.
Zaman dulu, di sebagian kecil kalangan dari masyarakat Jawa ada yang mempunyai pendapat bahwasanya menikahi mereka yang sudah tidak perawan (terkecuali memang berstatus janda) mengundang potensi resiko di masa depan dimana istrinya itu kemungkinan besar akan mudah tergoda untuk tergelincir ke dalam kasus perselingkuhan.
Le, gedang Kepok kuwi arep sansoyo keroso sepet-e yen deweke kuwi wis tau ngrasak-ake gedang Ambon. Begitu yang diwejangkan oleh segelintir ibu-ibu Jawa pada masa lalu kepada anak lelakinya.
Benarkah begitu ?.
Wallahualambishshawab.
*
- Artikel tema terkait : ‘Gen Penyebab Istri Selingkuh’, ‘Adakah Agama yg Bolehkan Zina ?’, ‘Miss Aceh dan Benturan antar Peradaban Dunia’, ‘Mengidola Suami Cut Tari’, ‘Pemburu Prostitusi Jalanan’, ‘Konspirasi Dalam Kosakata PSK’.
- Artikel tema lainnya : ‘Rahma Azhari dan Operasi Intelijen PSSI’, ‘Solo Cemburu Jogja’, ‘Sultan HB XI dan Perjanjian Giyanti’, ‘Uji Loyalitas para Pelanggan SPBU Pertamina’, ‘Muara Kasus Gayus’ .
- Gambar ilustrasi merupakan copy paste darisini .
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H