Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Uniknya Sejarah, Makna, dan Salah Paham Selibat Imam Katolik

19 Januari 2020   06:22 Diperbarui: 19 Januari 2020   20:02 8172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Fransiskus dengan para calon imam - Foto: ncronline.org

Pertama-tama, penting kita kembali pada makna kodrat itu sendiri dalam pemahaman Katolik.

Kiranya, kodrat manusia dalam perpektif iman Katolik adalah untuk mengabdi Tuhan dan mencintai sesama manusia dengan kasih yang tulus.

Para uskup, imam, dan diakon Katolik mengabdi Tuhan dan mencintai sesama manusia dengan kasih yang tulus dengan justru tidak menikah. 

Seperti logika yang dijabarkan Santo Paulus dalam surat 1 Korintus 7 di atas, justru dengan tidak berkeluarga, lebih banyak waktu bisa dicurahkan untuk melayani Tuhan dan sesama. 

Bukan berarti selibat dilawankan dengan keluhuran pernikahan. Dalam Gereja Katolik, pernikahan adalah juga sesuatu yang luhur. Pernikahan dan Imamat sama-sama adalah sakramen (tanda dan sarana kehadiran Tuhan).

Menikah atau tidak menikah dengan tujuan melayani Tuhan sama-sama baiknya. Masing-masing adalah panggilan hidup yang secara misterius Tuhan tunjukkan melalui proses pengenalan diri yang (amat) panjang.

Yesus sendiri dalam Matius 19:12 bersabda, "Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti."

Selibat tanda Tak Normal?
Ini juga kadang "dituduhkan" kepada para (calon) imam Katolik. Jangan-jangan karena memang secara seksual tak normal, maka memilih jadi imam. 

Pengalaman saya belasan tahun dididik dalam seminari ("pesantren" calon imam Katolik) dan pengalaman saya sebagai imam menunjukkan bahwa tuduhan ini tidak benar.

Jika ada yang secara seksual tidak normal lalu ingin jadi calon pastor memang ada, tapi sangat sedikit persentasenya. Akan tetapi, dalam proses seleksi bertahun-tahun di seminari (saya sendiri 12 tahun dididik di seminari), kandidat ini kiranya akan sadar diri dan mengundurkan diri. 

Mengapa? Jadi imam itu komitmen seumur hidup. Jadi imam bukan pelarian dari keadaan diri yang tak normal atau dari putus cinta atau dari kebencian akan pernikahan.

Yang menjadi imam karena pelarian pada akhirnya akan "rontok" dengan sendirinya saat tantangan muncul dalam karya dan hidup bersama rekan imam dan umat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun