Mungkin agak janggal juga permintaan saya ini. Soalnya, penulis kanal lain berhak protes: Mengapa fiksi yang boleh meminta perhatian lebih?
Saya siap menghadapi perundungan "massal, terstruktur, dan sistematis" terhadap celotehan saya ini.
Alasan utama sejatinya sudah saya sampaikan di atas. Fiksi itu bukan kitab suci, tapi "suci".
Negara-negara yang maju pendidikannya menjunjung tinggi nilai karya fiksi. Maka, warga negara-negara maju itu pasti bisa membedakan karya fiksi dan karya nonfiksi.
Saya jamin, tidak ada seorang warga negara maju yang akan menganggap negaranya akan punah tahun sekian gara-gara membaca sebuah novel...
Nah, sekarang, paham kan arti penting membaca fiksi? Hehehe, maaf kalau ada kesamaan karakter dan peristiwa. Ini fiksi belaka! Jangan emosi ya..
Wujudnya Perhatian Lebih Bagaimana?
Hmm..saya juga nggak tahu jawabannya. Beberapa usulan yang sudah pernah saya dengar dan usulan spontan saya:
- Kompasiana menerbitkan "Cerpen Pilihan Kompas(iana)". Mutunya saya kira pasti jauh dari "Cerpen Pilihan Kompas"..hehehehe. Tapi bukan soal mutu. Ini untuk mengapresiasi saja. Bukankah nanti dampaknya bisa memicu lahirnya dan makin semangatnya penulis fiksi di Kompasiana?Â
Oh ya, cerpen itu cuma contoh. Buat juga "Puisi Pilihan Kompas(iana)" dan konco-konconya.
- Kompasiana memberi ruang lebih bagi karya fiksi untuk tampil dalam promosi di medsos Kompas dan Kompasiana. Mungkin lebih banyak lagi jatah artikel utama untuk karya fiksi pilihan tim juri Kompasiana Idol. Alih-alih artikel (maaf sekali lagi-politik penuh intrik) yang heboh tapi minim data, karya fiksi pilihan nan penuh hikmah kehidupan perlu diberi ruang.