Mohon tunggu...
Budhi Masthuri
Budhi Masthuri Mohon Tunggu... Seniman - Cucunya Mbah Dollah

Masih Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lembah Kematian di TPST Piyungan, Potret Gagalnya Difusi Inovasi

8 Maret 2021   08:51 Diperbarui: 23 Maret 2022   08:00 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurutnya proses empowerment atau pemberdayaan memberikan peluang terbangunnya jiwa intrapreneurship yang akan berkontribusi menghasilkan berbagai inovasi. Sedangkan proses engagement membangun ikatan perasaan untuk memberikan alasan yang sangat kuat mengapa seseorang harus berkontribusi mencipakan berbagai inovasi. Adapun proses creativity atau penciptaan terjadi pada saat ide-ide besar dapat diwujudkan menjadi inovasi-inovasi (McManus; 2019).

Defusi Inovasi

Pada Tahun 1903, seorang sosiolog Prancis, Gabriel Tard untuk pertamakalinya memperkenalkan teori defusi inovasi. Menurutnya inovasi tidak bisa terlepas dari dimensi waktu yang ditunjukkan dengan perhitungan kurva difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang menjelaskan dimensi waktu (www.pakarkomunikasi.com). 

Pada tahun 1964 teori defusi Gabriel Tard ini kemudian dipopulerkan kembali oleh Everett Rogers dalam bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations. Melalui bukunya ini Rogers menjelaskan secara lebih sederhana bagaimana inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan berapa jangka waktu yang diperlukan agar diterima dalam sistem sosial. Menurutnya defusi inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah inovasi tersebar dan disebarkan dalam sebuah lingkungan sosial budaya dari sumber kepada penerima, sejak mulai proses keputusan inovasi di buat sampai pada fase masyarakat memutuskan untuk menerima atau menolaknya (Rogers, dalam Makkulawu, 2013 ).

Penolakan terhadap sebuah inovasi, termasuk juga pengabaiannya, dapat saja terjadi pada fase antara inovasi dan defusi, ketika proses penyebarluasan dan adopsinya tidak mulus. Kegagalan defusi pada fase ini juga dapat mengantarkannya terjerembab ke dalam lembah kematian (The Valley of The Death) yang kedua, yaitu ketika inovasi gagal diadopsi oleh lingkungan yang lebih luas sehingga tidak terjadi perubahan makro dalam skala besar dan signifikan (Darwin, 2020).  

Pada perkembangan selanjutnya, teori defusi inovasi juga telah memberi kontribusi dan menjadi bagian penting dari perkembangan teori dissemenasi (penyebarluasan informasi). James W. Dearing bahkan menempatkannya sebagai atribut penting untuk mempengaruhi (intervensi) proses adaptasi dan adopsi yang sangat menentukan keberhasilan sebuah inovasi, yaitu; 

1) atribut intervensi, adalah karakteristik yang dirasakan dari sebuah inovasi, 

2) membuat klaster intervensi dengan pengelompokan intervensi bersama saling melengkapi, 

3) menjalankan proyek demonstrasi sebagai eksperimen untuk menguji validitas adaptasi eksternal, 

4) penargetan sektor kemasyarakatan sebagai sistem sosial untuk perubahan, 

5) memperkuat kondisi kontekstual melalui penyebaran pesan secara massif, peraturan, insentif, bahkan tekanan sosial yang saling menguatkan untuk perubahan normatif, sikap, dan perilaku, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun