Mohon tunggu...
el lazuardi daim
el lazuardi daim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis buku SULUH DAMAR

Tulisan lain ada di www.jurnaljasmin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mendengarkan Penuturan Seorang Bapak yang Berhenti Merokok karena Teguran Putrinya

1 Juni 2022   18:10 Diperbarui: 1 Juni 2022   18:17 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto:vimela.com/ republika.co.id

Tanggal 31 Mei kemarin diperingati sebagai hari tanpa tembakau sedunia. Hari dimana kita diajak menghentikan kebiasaan merokok. Bagaimana kompasioner merayakannya ?

Penulis sendiri merayakannya dengan mendengarkan kisah seorang pria yang hampir setahun ini berhenti merokok.

Mengajak seseorang untuk berhenti merokok tidaklah gampang. Meskipun mereka melihat sendiri bahaya yang ditimbulkan namun itu belum cukup. Ada saja alasan untuk terus merokok.

Kemarin penulis berkunjung ke pasar Gamping, Yogyakarta dan menyempatkan ngobrol dengan seorang pedagang pakaian. Umurnya kira-kira 40 tahunan. 


" Aku dalam setahun ini sudah tidak merokok ," katanya dengan bangga. Bagaimanakah kisahnya? Mari kita simak penuturannya.


" Aku dalam setahun ini sudah tidak merokok ," katanya memulai cerita. " Dan itu bermula dari teguran dari putriku kecilku ," lanjutnya.


Bagaimana pula halnya seorang anak perempuan bisa menginspirasi seorang yang sudah kecanduan untuk berhenti merokok ? Apa saja yang diperbuatnya ? Pasti ada sesuatu yang istimewa, penulis tertarik mendengarkan ceritanya.

" Putriku yang berumur dua belas tahun itu selalu menegurku ketika merokok di rumah ," katanya melanjutkan cerita. ' Pak, jangan merokok terus di rumah, bikin sumpek. Lagian merokok kan juga tak baik untuk kesehatan ,' demikian pinta putriku setiap aku mulai mengepulkan asap lagi di ruang tamu sambil leyeh-leyeh."

" Aku memahami kata-kata putriku itu. Merokok memang bikin orang tak nyaman. Namun keegoanku membuatku mengabaikan kata-kata putriku tersebut."

" Bagiku merokok adalah sebuah kesenangan dan tak boleh ada orang lain yang melarangku. Betapa egoisnya aku ya ," terusnya.

" Terus, bagaimana awalnya sampai Bapak memutuskan untuk berhenti merokok, biasanya kan berat untuk memulai ," tanyaku sedikit menyela pembicaraan.

" Anakku marah besar dan setiap kali menemukan rokok langsung dibuangnya.
 Aku sempat emosi dengan tindakannya itu. Bagaimana mungkin rokok yang kubeli mahal-mahal tiba-tiba saja sudah berada di tempat sampah. Ingin rasanya ku menamparnya."

"Tapi aku sadar, bagaimana mungkin aku akan menyakiti darah dagingku sendiri. Justru diriku lah yang seharusnya ditampar, karena mengabaikan kebenaran yang disampaikannya."

Aku makin tertarik dengan kisah Bapak tersebut dan dengan seksama terus mendengarkannya bercerita.

" Aku kemudian mengalah dan memilih pergi dari rumah ketika bibir ini sudah tak sabar ingin bertemu rokok lagi. Entah nongkrong di angkringan atau pergi ke pinggir jalan demi sebatang rokok ," lanjut Bapak itu.

" Wah, repot juga kalau setiap mau merokok harus keluar rumah gitu ," kataku menimpali.

" Repot dan sangat merepotkan. Aku merasa tersiksa sendiri," balasnya. 

"Lantas aku kemudian mulai berpikir apakah ini saatnya aku mulai berhenti merokok saja."

" Ya, setelah aku renungkan beberapa waktu ternyata tak ada alasan yang tepat untuk menjawab mengapa aku perlu merokok. Aku merokok hanya untuk perintang waktu. Sekadar untuk gaya-gayaan saja. Tak lebih dari itu ."


" Aku kemudian mantap untuk berhenti total. Dan supaya tak gampang tergoda untuk kembali menyulut rokok, aku sengaja tak membawa korek di saku. Logikanya, kalau tak ada korek kan gak bisa merokok "
. Bapak itu masih bersemangat bercerita.

" Nah, betul banget. Tapi apakah gak ada muncul  perasaan aneh di mulut ?" ujarku memberi pertanyaan.

" Jelas ada," jawabnya. " Bayangan kenikmatan terus menghantuiku. Tapi aku berusaha keras menghapusnya "

" Caranya ?" tanyaku penasaran.

" Mengunyah permen atau makan camilan," jawabnya." Atau banyak ngobrol kalau ada teman," tambahnya.

" Sehari, dua hari, seminggu, sebulan, aku terus berusaha keras untuk tidak satu kalipun memegang rokok lagi. Dan aku berhasil ."

" Aku jadi sudah tak ingat lagi tentang kenikmatan dari sebatang rokok. Semua sudah terhapus dari memori otakku. Dan kini, hingga hampir setahun ini keinginan untuk merokok itu sudah tak muncul lagi."

" Wah, hebat sekali perjuangannya Pak," aku memujinya. " Dan sekarang bagaimana perasaannya ?" aku kembali bertanya.

" Tenang dan merdeka,Mas. Yang pasti aku tak merasa bersalah lagi pada anakku, keluargaku, dan orang-orang yang merasa terganggu dengan kepulan asap rokok," kata Bapak itu menyudahi ceritanya.

Menghentikan kebiasaan merokok itu gampang-gampang susah. Terasa gampang ketika tekad sudah bulat. Tapi menjadi susah bila keinginan hanya setengah-setengah.

Bagaimana caranya menguatkan niat ? Paling tidak kita harus menemukan alasan yang tepat. Entah karena alasan kesehatan, ekonomi, hubungan kita dengan orang lain, dan sebagainya. 

Alasan yang tepat akan memperkuat niat dengan sendirinya. Seperti halnya kisah yang penulis dengarkan kemarin, tentang perjuangan seorang  Bapak yang mendapat ilham untuk berhenti merokok karena teguran putrinya.

(EL)

Yogyakarta,01062022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun