Konflik Israel-Palestina merupakan salah satu konflik terpanjang dan paling kompleks di dunia, yang telah berlangsung selama lebih dari tujuh dekade. Pelanggaran hak asasi manusia masih menjadi isu penting dan mengkhawatirkan dalam dinamika konflik ini.
Israel  melakukan berbagai tindakan yang melanggar hak asasi warga Palestina, antara lain penggunaan kekuatan militer yang berlebihan, penahanan tanpa proses hukum, serta penghancuran tempat tinggal dan infrastruktur.
Pada tahun 2009, seorang perawat Palestina bernama Rezana al-Najjar ditembak oleh tentara Israel Ketika mencoba menyelamatkan korban kerusuhan di Jalur Gaza. Walaupun dia telah mengangkat tangannya untuk memberikan isyarat bahwa dia meminta waktu untuk menolong korban yang tertembak, tentara Israel tetap menembaknya, dan dia meninggal dunia pada usia 21 tahun. Kematian Rezana al-Najjar merupakan bagaimana Israel melanggar hak asasi manusia (HAM) Palestina, termasuk hak hidup, kebebasan, dan perlindungan dari kekerasan.
Selain itu, Israel juga telah melakukan penahanan massal terhadap warga Palestina, termasuk anak-anak dan perempuan. Pada tahun 2023, lebih dari 1.200 warga Palestina telah ditangkap oleh pasukan Israel di Tepi Barat yang diduduki sejak Oktober 2023. Penahanan ini seringkali dilakukan tanpa proses hukum yang adil dan dapat berlangsung lama, mengganggu kehidupan sehari-hari warga Palestina.
Penghancuran infrastruktur dan perumahan Palestina juga menjadi bagian dari pelanggaran HAM. Pada tahun 2023, Israel melancarkan serangan udara ke sebuah masjid di Tepi Barat, menewaskan sedikitnya dua orang dan menghancurkan struktur yang berisi ratusan warga Palestina. Serangan ini disebut sebagai "eskalasi berbahaya" oleh para pejabat Palestina dan menunjukkan bagaimana Israel melanggar hak asasi manusia Palestina, termasuk hak keamanan dan perlindungan dari kekerasan.
Pelanggaran HAM dalam Konflik Israel-Palestina tidak hanya terbatas pada kekerasan fisik. Israel juga telah melakukan pelanggaran HAM melalui kebijakan-kebijakan yang mengganggu kehidupan sehari-hari warga Palestina. Seperti Israel telah blockade yang memutus pasokan makanan, air, listrik, bahan bakar, dan obat-obatan penting ke wilayah tersebut, sehingga banyak warga Palestina tidak memiliki akses yang memadai terhadap sumber daya tersebut.
Pada Selasa (27/02), seorang pejabat senior bantuan PBB memperingatkan bahwa setidaknya 576.000 orang di Jalur Gaza - seperempat dari populasi - menghadapi tingkat kerawanan pangan yang sangat parah dan berisiko kelaparan. Ia juga memperingatkan bahwa satu dari enam anak di bawah usia dua tahun di wilayah utara menderita kekurangan gizi akut.
Pada Rabu (28/02), Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan enam anak meninggal karena dehidrasi dan kekurangan gizi di rumah sakit di Gaza utara. Dua korban tewas terjadi di al-Shifa dan empat di Kamal Adwan, tambahnya.
Penyerangan terhadap rumah sakit
Israel juga mengebom Rumah Sakit Baptis Al-Ahli Arab dan Rumah Sakit Persahabatan Turki-Palestina di Gaza, menewaskan ribuan warga sipil, serta Area afiliasi Bulan Sabit Merah Palestina-Indonesia di sekitar rumah sakit lainnya juga ikut hancur. Rumah Sakit Al Shifa, fasilitas medis terbesar di Jalur Gaza, ribuan orang terluka dan warga sipil dievakuasi, juga menjadi sasaran pasukan Israel.
Menurut Konvensi Jenewa 1949, “Rumah sakit sipil yang diselenggarakan untuk memberikan perawatan kepada orang yang terluka dan sakit, orang lemah, dan ibu hamil, dalam keadaan apapun tidak boleh menjadi sasaran serangan tetapi harus selalu dihormati dan dilindungi oleh Para Pihak dalam Konvensi Jenewa 1949."