Mohon tunggu...
Birgita Olimphia Nelsye
Birgita Olimphia Nelsye Mohon Tunggu... Desainer - Sambangi isi pikiranku.

Hakikat hidup adalah belajar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Upaya Menyelamatkan Lingkungan melalui Bentuk Partisipasi

25 Mei 2017   19:44 Diperbarui: 25 Mei 2017   20:42 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Argumen penolakan terhadap nuklir adalah karena ketidakseimbangan antara manfaat ekonomi yang diperoleh dengan risiko yang ditanggung lingkungan. Kemudian, ketakutan Belanda jika kehilangan perkembangan dari teknologi ini. Terakhir karena nuklir memicu terjadinya ‘hujan asam’. Meskipun mendapat penolakan, pemerintah masih bersikeras untuk mengembangkan energi nuklir beberapa tahun kemudian (1985). Keputusan pemerintah ini menyebabkan sejumlah besar kemarahan dan kekecewaan di kalangan masyarakat umum dan gerakan lingkungan pada khususnya.

Efek dari bentuk-bentuk partisipasi baru

           Sampai tahun 1970-an, penelitian yang pernah dilakukan baik direncanakan maupun disengaja, diselenggarakan untuk mengetahui dampak dari bentuk partisipasi baru yang lebih luas dalam kebijakan lingkungan, kebijakan spasial, dan kebijakan wilayah yang terkait lainnya.

            Pertama, studi ini telah mengkonfirmasi bahwa instrumen baru gagal menyebabkan partisipasi politik yang lebih. Warga masih ada yang tidak hadir dalam partisipasi tersebut. Kedua, instrumen partisipasi yang baru gagal menyeimbangkan mekanisme partisipasi kumulatif: individu dan kelompok yang sudah memiliki keterlibatan politik berdasarkan minat mereka, status, pengetahuan, keakraban dll, diberi kesempatan ekstra untuk berpartisipasi, sementara warga yang kurang tertarik tidak mendapat peluang baru, apalagi dimobilisasi. Diskusi panel dihadiri oleh para ahli gerakan lingkungan, tetapi 'orang jalanan' masih absen. Ketiga, pengaruh yang terbatas dari peluang berhasilnya partisipasi baru akan sulit untuk berkontribusi dalam proses pembuatan keputusan.

Partisipasi dan sosialisasi kebijakan lingkungan dari tahun 1985 sampai sekarang

            Protes yang terjadi pada tahun 1970an pada intinya adalah perdebatan mengenai kesenjangan antara pemerintah dan masyarakat sipil, atau antara pemerintah dan warga negara. Konteks politik dalam protes tersebut memperdebatkan masalah lingkungan, dalam hal proses pengambilan keputusan. Ini terutama berkaitan dengan rencana lokasi atau pengelolaan bisnis tertentu. Protes jarang ditujukan pada bisnis, melainkan pada pemerintah yang diminta untuk dapat mengelola lingkungan atas nama semua orang. Bahkan instrumen baru dari partisipasi terkait dengan transparansi dan aksesibilitas terhadap keputusan pemerintah.

            Isu penting dari partisipasi adalah bahwa, secara bertahap, lebih banyak aktor yang terlibat dalam kebijakan lingkungan selain hanya pemerintah, pasar, dan masyarakat. Strategi peraturan secara bertahap dilengkapi agar lebih ekonomis dan komunikatif di mana bisnis dan warganya, produsen dan konsumen dibujuk (bukan dipaksa) untuk bertindak dengan cara yang lebih ramah lingkungan. Perubahan peran dan tanggung jawab pemerintah, pasar dan warga negara juga merupakan hasil dari proses modernisasi politik. Proses ini lebih luas daripada sekadar pembuatan kebijakan lingkungan karena merupakan redefinisi terhadap hubungan antara pemerintah, pasar dan masyarakat sipil. Sementara deregulasi (mengurangi aturan/syarat partisipasi) dan privatisasi sebenarnya hanya wujud dari societalisation dan pemasaran kebijakan.

            Pertama, Sosialisasi kebijakan lingkungan membawa perubahan strategi manajemen pemerintah yang top-down untuk setidaknya dilengkapi dengan bentuk pemerintahan yang lebih komunikatif (Weale, dalam Leroy, dkk, 2003: 175). Ini berarti bahwa warga negara dan kelompok non-pemerintah tidak bisa hanya bertindak reaktif, misalnya hanya dengan mengajukan keberatan atau banding. Sebaliknya, komunikasi yang dilakukan harus menjangkau kelompok-kelompok ini secara luas dari tahap persiapan, perencanaan dan pelaksanaan kebijakan. Misalnya dalam kebijakan pertanian dan lingkungan, kebijakan konservasi alam, dll.

            Kedua, sosialisasi menyiratkan keterlibatan aktor lain (bukan kelompok kepentingan yang mapan, tetapi warga non-organisasi, penduduk lokal, asosiasi dan kelompok lokal), dan penggunaan mekanisme pengambilan keputusan lain (seperti partisipasi dan dukungan publik di mana ‘aktor dari pemerintah’ bersama ‘aktor dari masyarakat’ menjadi konsultan dan produsen konsensus). Namun, warga negara dan gerakan lingkungan yang kurang profesional sebenarnya memiliki posisi yang lebih lemah daripada profesional pemerintah yang telah dilengkapi dengan kelompok kepentingan ekonomi yang mapan. Sehingga terdapat tingkat akses yang tidak proporsional di antara para aktor. Terlebih, konsensus dalam proses partisipasi tersebut pada akhirnya perlu mendapat konfirmasi atau penolakan dari badan politik reguler sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Oleh karena itu, partisipasi menimbulkan frustrasi jika politik mengarahkan pada keputusan yang berbeda dari yang diperjuangkan oleh para peserta. Selain itu, sekitar tahun 1990, setidaknya di Belanda ada bagian dari politik yang berpendapat bahwa partisipasi telah berjalan terlalu jauh. Pengajuan keberatan dan banding hampir tak berujung sehingga mengakibatkan penundaan proses pengambilan keputusan untuk berkas-berkas tertentu.

            Marketisasi memainkan perannya dalam menghormati peran pemerintah sebagai partai pasar yang dinamis dalam melayani antusiasme swasta untuk berinvestasi, terutama dalam dokumen-dokumen logistik dan infrastruktur (lokasi pengolahan limbah, rencana infrastruktur lalu lintas jalan, kereta api dan udara). Pada intinya, inovasi politik di tahun 1990an ditandai dengan pengambilan keputusan yang partisipatif, dukungan publik, dan produksi konsensus bersama.

Partisipasi dan marketisasi kebijakan lingkungan hidup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun