Mohon tunggu...
Bento
Bento Mohon Tunggu... Administrasi - cara cepat untuk bisa menulis ya menulis

penikmat bacaan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Upaya Mempertahankan Stabilitas Sistem Presidensial Melalui Ambang Batas Parlemen

2 Maret 2024   21:08 Diperbarui: 2 Maret 2024   21:09 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika dilihat dari amar putusan Makamah KonstitusI (MK) Nomor 116/PUU-XXI/2023, "ambang batas parlemen itu tidak dihapus, tetapi pembuat undang-undang diminta dalam membuat ambang batas menggunakan dasar metode dan argumentasi yang memadai, sehingga mampu meminimalisir disproporsionalitas antara suara sah dengan penentuan jumlah kursi di DPR".

"Putusan 116 tidak meniadakan threshold sebagaimana dapat dibaca dari amar putusan," ujar Juru Bicara MK Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (1/3).

hal ini juga diakui oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). sebagai pemohon dalam putusan tersebut .

"Iya (tidak ada penghapusan ambang batas parlemen). Berapa nanti besarannya di 2029 itu tergantung dari hitung ulang berdasarkan syarat yang ditentukan MK," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (1/3).

Indonesia memiliki kemajemukan suku, agama, budaya dan sifat keadaerahan. Kemajemukan ini, mungkin yang menjadi dasar penerapan sistem multipartai, dalam perpolitikan Indonesia. Sistem multipartai diangap dapat mewakili beragam pandangan dan kepentingan masyarakat Indonesia.

Namun seiring waktu jalan, sistem multipartai bagiku tidak memperkuat Sistem Pemerintahan berbentuk Presidensial yang dianut Negara Indonesia.

Presiden dan DPR RI sama --sama dipilih secara langsung oleh Rakyat, yang mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda. Kemenangan seorang Presiden dalam Pemilihan Umum tidak menjamin bahwa ia akan memiliki dukungan sebanding di parlemen. Kondisi ini, dapat menyebabkan tawar-menawar politik, Presiden terpilih harus membagi-bagi jabatan Pemeritahan kepada Partai Politik di Parlemen untuk membentuk koalisi pendukung Pemerintah yang kuat di legislatif.

Semakin banyak Partai Politik yang masuk ke Parlemen, maka semakin banyak Partai Politik yang harus ditarik Presiden terpilih untuk masuk kedalam koalisi, menyebabkan koalisi yang terlalu besar,gemuk dan kompleks, sehingga menghambat efektivitas jalannya pemerintahan.

Selain itu, koalisi yang terbentuk bukan koalisi permanen, karena kurangnya tata cara aturtan atau etika politik yang mengikat. Keputusan anggota DPR RI, terhadap kebijkan Pemerintah tergantung, pada keinginan Ketua Partai Politik. Perubahan dukungan politik terhadap Presiden, dapat dilakukan kapan saja oleh Pimpinan partai Politik.

Celakanya,kalau dukungan koalisi partai politik pendukug Presiden kurang dari 50% di Parelemen, Maka presiden akan menghadapi kesulitan, dalam menerapkan kebijakan karena kurangnya dukungan legislatif dari parlemen.

Fakta ini menjadi dasar kekhawatiran, terkait potensi dampak negatif bagi sistem presidensial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun