"Beberapa memang berprestasi, Pak. Tapi mayoritas... hanya bermodal arogansi."
Guntur menarik napas panjang. Lalu berkata pelan, "Buat dua daftar. Yang satu: mereka yang perlu diberi pelajaran.Â
Yang lain: mereka yang pantas dapat kesempatan kedua."
Hari berikutnya, email masuk ke beberapa orang di daftar itu.
Ronald menerima undangan untuk datang ke ruang Dirut pukul 10.00. Ia datang dengan jas yang lebih sederhana kali ini,
 tapi raut wajahnya tegang luar biasa.
Guntur menyambutnya dengan ramah, namun matanya tetap tajam.
"Ronald," kata Guntur, menyilangkan tangan, "kamu pintar. Tapi kamu juga sombong, cepat menghakimi, dan lupaÂ
bahwa manusia itu harus dihargai bukan dari tampilannya. Ingat yang kamu katakan di ruang tunggu?"
Ronald menunduk. "Saya... minta maaf, Pak. Sungguh."
Guntur menatapnya lama. Lalu menggeser dua lembar kertas ke arahnya.