Aku bukan akar di batang hidupmu,
hanya embun yang mencoba menetap di daunmu yang sibuk gugur.
Dari dahan yang terpotong oleh musim lalu,
aku tumbuh jadi ranting yang ingin sekadar meneduhkan,
tanpa mengubah arah anginmu.
Namaku tak tertulis di langitmu,
aku bukan rasi bintang penunjuk malam.
Hanya bias kecil dari bulan yang ingin memantul,
menjadi cahaya kecil di kakimu yang melangkah dalam kabut kampus dan kantong cekak.
Aku tak punya kunci pintu hatimu,
hanya berdiri di beranda waktu,
menunggu kau membuka jendela,
meski cuma satu detik perayaan tanpa kata.
Jika aku mengulurkan tangan,
bukan untuk menggantikan
bayang yang kau simpan dalam retak masa kecil.
Hanya ingin jadi tali tak terlihat,
yang diam-diam kau genggam saat dunia terlalu dingin.
Aku tahu, langitmu tak menyebut namaku,
tapi setiap malam aku kirimkan angin,
agar jendelamu tak tertutup rapat pada dunia yang diam-diam masih peduli.
Karena aku bukan ayahmu,
hanya angin tua yang tetap meniupkan doa,
pada kapalmu yang berlayar menjauhi dermaga,
dengan harapan suatu hari,
kau kembali menoleh
dan tahu:
aku tak pernah menjadi laut,
tapi selalu ada sebagai tepi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Baca juga: Suara Yang tak lagi Terdengar
Baca juga: Aku Bisa Apa
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!