Mohon tunggu...
Martha Weda
Martha Weda Mohon Tunggu... Freelancer - Mamanya si Ganteng

Nomine BEST In OPINION Kompasiana Awards 2022, 2023. Salah satu narasumber dalam "Kata Netizen" KompasTV, Juni 2021

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pandangan dan Kebiasaan yang Dianggap Normal, namun Bisa Menjadi Pemicu Pelecehan Seksual

14 Juni 2021   16:37 Diperbarui: 15 Juni 2021   09:48 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pelecehan seksual (Sumber: Kompas.com)

Di dalam buku The Princess Sultana's Circle, karya Jean P Sasson, sebuah buku yang bercerita tentang kehidupan Putri Kerajaan di Timur Tengah, juga sangat gambling dijelaskan bagaimana perempuan sebagai warga kelas dua, dan hanya dipandang sebagai barang pemuas seksual bagi laki-laki, dan mesin penghasil keturunan.

Perempuan-perempuan muda yang telah dibeli dari keluarga-keluarga miskin, bebas diperlakukan sesuka hati oleh pemiliknya. Diperkosa, ditiduri dengan paksa bahkan oleh banyak laki-laki, dan dijadikan budak seks bukan hal yang aneh di sana.

Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa pelecehan seksual dipicu oleh anggapan kaum tertentu yang memandang derajatnya lebih tinggi dari kaum lainnya. Sehongga mereka yang derajatnya dianggap lebih rendah ini tidak perlu dihargai keberadaan atau eksistensinya, dan bebas diperlakukan sesuka hati.

Dalam sebagian budaya masyarakat kita juga masih ada ditemui  perbedaan kasta, misalnya antara laki-laki dan perempuan. Dimana perempuan dianggap tidak memiliki hak untuk bersuara, sehingga pihak laki-laki berhak atas hidup dan diri perempuan itu.

2. Memandang keberadaan orang lain tidak penting

Pandangan ini juga menjadi salah satu stimulus terjadinya pelecehan seksual. Misalnya, seorang guru mencabuli muridnya, seorang paman mencabuli keponakannya, atau seorang pelajar yang memperkosa temannya sendiri.

Keadaan ini sebagai imbas dari semakin tipisnya rasa saling menghormati dan menghargai keberadaan orang lain.

Bagi pelaku pelecehan seksual sepertinya ada pemahaman bahwa keberadaan orang lain tidak begitu penting. Sehingga tindakan apapun yang merusak yang mereka lakukan pada korbannya juga dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting pula.

3. Senang membuat lelucon-lelucon seksual

Sebagian dari kita pasti pernah ada dalam situasi atau mungkin ikut terlibat dalam sebuah obrolan yang diselipi atau penuh dengan lelucon-lelucon berbau seksual.

Biasanya terjadi di lingkungan-lingkungan tertentu, seperti di tempat kerja, sekolah, kampus, dalam pertemuan-pertemuan komunitas, atau dalam situasi kumpul-kumpul dengan teman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun