Mohon tunggu...
Benny Eko Supriyanto
Benny Eko Supriyanto Mohon Tunggu... Aparatur Sipil Negara (ASN)

Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Rokok Ilegal Merajalela, Negara Rugi, dan BPJS Kesehatan Tercekik Biaya

8 Oktober 2025   08:40 Diperbarui: 8 Oktober 2025   08:37 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Surabaya, Kamis (2/10/2025). Foto: Dok. Kementerian Keuangan 

BPJS Kesehatan: Membayar Mahal Harga Sebatang Rokok

Beban pembiayaan BPJS Kesehatan menunjukkan paradoks: rakyat menuntut layanan kesehatan gratis, tapi sebagian masih memelihara kebiasaan merokok. Menurut Laporan Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 sekitar 34,5% orang dewasa Indonesia menggunakan tembakau (termasuk laki-laki & perempuan)

Dampaknya sangat terasa di kas BPJS. Setiap tahun, penyakit katastropik menyerap sekitar 20--21% dari beban biaya BPJS, meski tidak semua penyakit itu disebabkan oleh rokok. Jika dihitung secara ekonomi, dana triliunan rupiah yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pencegahan dan peningkatan mutu layanan kesehatan, justru habis untuk membiayai penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.

Dilema Fiskal dan Moral Bangsa

Masalah rokok ilegal menimbulkan dilema kompleks: antara kebutuhan menjaga penerimaan negara, perlindungan industri legal, dan tanggung jawab negara terhadap kesehatan rakyat. Pemerintah tidak menaikkan tarif cukai pada 2025, namun menaikkan Harga Jual Eceran (HJE) rokok rata-rata ~10% melalui penyesuaian kebijakan HJE, dengan harapan menekan konsumsi sekaligus menambah penerimaan negara. Namun, kebijakan ini tanpa pengawasan ketat justru membuka celah lebih lebar bagi peredaran rokok ilegal.

Dalam konteks ini, pengawasan dan edukasi menjadi dua kunci utama. Masyarakat perlu memahami bahwa setiap batang rokok ilegal yang dibeli bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga bentuk pengkhianatan terhadap pembiayaan publik---termasuk layanan kesehatan yang mereka butuhkan suatu hari nanti.

Menutup Asap, Menyelamatkan Masa Depan

Perang melawan rokok ilegal bukan hanya tanggung jawab Bea Cukai, melainkan gerakan kolektif. Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, hingga tokoh masyarakat perlu bersinergi membangun kesadaran baru bahwa "murahnya rokok ilegal hari ini" berarti "mahalnya biaya kesehatan esok hari".

Jika kebijakan cukai rokok dijalankan dengan konsisten dan pengawasan diperkuat hingga ke akar distribusi, negara bukan hanya bisa menyelamatkan triliunan rupiah dari kebocoran, tetapi juga meringankan beban BPJS Kesehatan dan menyelamatkan jutaan nyawa dari penyakit yang bisa dicegah.

Sebuah bangsa besar semestinya tidak dikaburkan oleh asap kepentingan. Saatnya berhenti membakar masa depan demi sebatang rokok yang tak bercukai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun