Mohon tunggu...
Benny Eko Supriyanto
Benny Eko Supriyanto Mohon Tunggu... Aparatur Sipil Negara (ASN)

Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dunia Tanpa Pikiran: Ancaman Ganda Google, Facebook, dan Amazon terhadap Kebebasan Berpikir

17 Juni 2025   07:30 Diperbarui: 16 Juni 2025   14:37 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 "World Without Mind: The Existential Threat of Big Tech" by Franklin Foer  (Penguin Press/theatlantic.com) via www.salon.com

Pada era digital hari ini, kita menikmati kenyamanan luar biasa yang ditawarkan oleh teknologi: pencarian informasi dalam sekejap, belanja tanpa keluar rumah, dan berinteraksi lintas benua tanpa jeda waktu. Namun, kenyamanan itu datang dengan harga yang tidak kasat mata, tetapi kian mahal: kebebasan berpikir. Dalam buku World Without Mind: The Existential Threat of Big Tech, Franklin Foer, mantan editor The New Republic, mengangkat keresahan ini secara mendalam, tajam, dan menggugah nurani.

Foer bukan hanya menyoroti dominasi perusahaan teknologi seperti Google, Facebook, dan Amazon dalam kehidupan digital kita, tetapi juga menunjukkan bagaimana perusahaan-perusahaan raksasa ini perlahan mengikis otonomi intelektual manusia. Dunia tanpa pikiran, menurut Foer, adalah dunia ketika algoritma menggantikan proses berpikir, dan manusia menyerahkan arah hidupnya pada kecerdasan buatan yang dikendalikan oleh segelintir korporasi.

Ketika Teknologi Menjadi Ideologi

Foer melihat bahwa perusahaan teknologi besar tidak hanya menjual produk atau layanan, tetapi juga menyebarkan ideologi. Google dengan misi "mengatur informasi dunia dan membuatnya dapat diakses" terdengar mulia. Namun, ketika mesin pencari yang dikendalikan oleh satu entitas menentukan informasi mana yang lebih layak ditampilkan, terjadi pemusatan otoritas pengetahuan.

Demikian pula Facebook. Dengan dalih mempererat hubungan sosial, ia justru membentuk ruang gema (echo chamber) di mana algoritma memperkuat bias pengguna dan menyempitkan pandangan dunia. Sementara Amazon, dengan efisiensi tak tertandingi dalam distribusi dan konsumsi, telah mengguncang industri buku dan mempercepat runtuhnya toko-toko fisik yang dulu menjadi tempat diskusi ide dan budaya.

Foer menyebut kondisi ini sebagai "totalitarianisme teknologi", bukan dalam makna klasik yang otoriter dan represif, tetapi dalam bentuk yang jauh lebih halus dan mematikan: melalui kenyamanan, efisiensi, dan kecanduan algoritma.

Krisis Privasi dan Penyeragaman Pikiran

Salah satu poin penting dalam World Without Mind adalah bagaimana raksasa teknologi mengumpulkan data secara masif, melampaui sekadar preferensi belanja atau lokasi pengguna. Data ini, menurut Foer, membentuk profil psikologis yang kemudian digunakan untuk memengaruhi, bahkan memanipulasi perilaku pengguna.

Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah penyeragaman cara berpikir. Dalam budaya digital yang diciptakan oleh Big Tech, orisinalitas semakin langka. Berpikir mendalam tergantikan oleh skrol cepat. Esai panjang dan reflektif kalah populer dengan konten pendek yang viral. Inilah dunia tanpa pikiran yang ditakutkan Foer: dunia di mana kita berhenti berpikir karena sudah merasa cukup diberi tahu oleh mesin.

Perlawanan: Memulihkan Jurnalisme dan Literasi Kritis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun