Kebijakan ekonomi proteksionisme Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengguncang dunia. Kali ini, Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru sebesar minimal 10 persen untuk semua negara, dengan Indonesia terkena dampak lebih besar yakni 32 persen. Keputusan ini langsung menghantam nilai tukar rupiah, yang anjlok ke Rp 16.774 per Dolar AS pada Kamis (3/4) pukul 09:00 WIB atau Rabu (2/4) pukul 22:16 waktu AS, berdasarkan data Bloomberg.
Dampak Langsung: Rupiah Menuju Level Krisis 1998?
Setelah sempat menguat ke Rp 16.655 per Dolar AS, rupiah kembali melemah ke Rp 16.743 per Dolar AS. Kondisi ini nyaris mendekati titik terendah rupiah sepanjang sejarah, yang terjadi pada krisis ekonomi 1998 ketika rupiah menyentuh Rp 16.800 per Dolar AS.
Kebijakan tarif Trump ini bukan hanya berdampak pada Indonesia. Negara-negara ASEAN lainnya juga mengalami tekanan yang lebih besar, seperti Thailand dengan tarif 36 persen dan Vietnam 46 persen. Bahkan, negara-negara sekutu AS seperti Eropa (20 persen), Jepang (24 persen), dan Korea Selatan (25 persen) tidak luput dari tarif tambahan.
Trump menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk melindungi kepentingan ekonomi AS, dengan alasan perdagangan yang selama ini dianggap tidak adil. "Dalam banyak kasus, teman lebih buruk daripada musuh dalam hal perdagangan," ujar Trump, dikutip dari Reuters.
Mengapa Rupiah Bisa Tertekan?
Penurunan nilai tukar rupiah tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan depresiasi rupiah setelah kebijakan tarif impor ini diterapkan:
- Baca juga: Mudik Lebaran 2025: Strategi One Way, Ganjil Genap, dan Contraflow untuk Perjalanan Lancar!
Meningkatnya Permintaan Dolar AS
-
Tarif impor yang lebih tinggi mendorong kenaikan harga barang ekspor ke AS, sehingga pelaku usaha memerlukan lebih banyak dolar untuk menyesuaikan harga jual dan biaya produksi.
-
Kekhawatiran Investor Global