Mohon tunggu...
Belfin P.S.
Belfin P.S. Mohon Tunggu... Lainnya - Pecinta Kompas dan Penulis yang Bahagia

Pecinta Kompas, penulis bebas yang bahagia. IG: @belfinpaians FB: belfin paian siahaan

Selanjutnya

Tutup

Film

"Ngeri-Ngeri Sedap": Bukan Negeri Tanpa Sebab

18 Juni 2022   23:49 Diperbarui: 18 Juni 2022   23:54 1325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Ketiga, pelajaran berharga bagi orang tua untuk selalu menunjukkan kasih sayangnya kepada anak dan mengomunikasikan ekpektasinya dengan cara yang positif. Film ini mengkritisi afeksi yang minim dilakukan si bapak kepada anak laki-lakinya. Ketika anak laki-lakinya tidak pernah merasa disayangi, dipeluk, bahkan dihargai, mereka cenderung menjaga jarak, pasif, dan penurut, meskipun memberontak di dalam hati dan tidak berani melawan. Akibatnya, ada dendam dan kebencian yang terbawa sampai dewasa. Sebaiknya, setiap orang tua menunjukkan kasih sayang yang tulus dan dinyatakan dalam bahasa lisan maupun perbuatan. Di samping itu, bentuk komunikasi yang positif perlu dibangun sejak awal. Di film ini, dominasi bapak yang memaksakan kehendaknya membuat anak laki-lakinya tertekan sehingga cenderung memberontak. Banyaknya larangan-larangan yang sudah tidak relevan dengan zaman sekarang membuat mereka untuk melawan keputusan si bapak dan memilih untuk egois dengan keputusan mereka sendiri. Kurangnya komunikasi yang positif dan keinginan untuk mendengarkan kedua sisi membuat hubungan mereka semakin runyam. Nah, untungnya si bapak mengalah dan mendengarkan nasihat ibunya dan mau berubah. 

Keempat, seperti dalam film "Keluarga Cemara", harta yang paling berharga adalah keluarga. Bedanya, di film ini, harta itu ada pada anak-anak (keturunan). Orang tua di masyarakat Batak sangat bangga apabila mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai jenjang paling tinggi. Mereka akan bekerja keras untuk memperjuangkan anak-anaknya. Kalau itu tercapai, itu menjadi kebanggaan tersendiri karena tidak semua orang di kampung bisa menyekolahkan semua anaknya berhasil sampai di perguruan tinggi. Ketika anak-anaknya sukses dan berprestasi, maka di situlah puncak kebanggaan orang tua. Mereka akan dihargai dan dianggap terpandang di kampung. Film ini pun sangat mengapresiasi usaha ini. Meski keempat anaknya telah sukses, bagi kedua orang tuanya, pada akhirnya bukan materi yang mereka inginkan. Kebersamaan, kasih sayang kepada orang tua dan keluarganya adalah harta yang mereka inginkan. Artinya, sukses itu tidak melulu soal prestasi, ketenaran, dan kekayaan, tetapi lebih kepada pengabdian, bakti luhur kepada orang tua, kasih sayang, dan kesederhanan hidup. 

Seperti judulnya, kehidupan keluarga Batak itu memang ngeri-ngeri sedap. Tapi perlu diketahui, semua itu bukan tanpa sebab. Semua bermula dari filosofinya: anakkonhi do hamoraon di ahu (anak-anakku adalah hartaku). Semuanya demi anak sehingga ada kalanya penuh intrik dan konflik, tapi justru itu yang membuat hidup lebih berarti (sedap). Ada banyak polemik keluarga, antara adat dan modernisme, aturan dan kebebasan, cinta dan keluarga, pekerjaan dan komitmen, dan lain-lain. Namun, biar bagaimanapun, terlepas dari suku dan budayanya, saya yakin setiap daerah (suku) memiliki problematikanya sendiri. Hanya saja kita yang belum tahu. Yang pasti, apabila kita mau mendengarkan, menerima perubahan, menyesuaikannya sambil tetap memegang teguh keyakinan dan budaya kita, kita tetap harus mengedepankan kebersamaan keluarga dan kebahagiaan kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun