"Krisis ekonomi berikutnya, bisa terjadi dari bubble startup. Nilainya tinggi, tapi tak punya aset. Apalagi kemudian jika masuk pasar modal, dibeli sahamnya mahal oleh publik, kemudian jatuh," ungkapnya.
Seperti gelembung sabun yang semakin besar, kemungkinan untuk pecahnya juga semakin besar. Â gelembung (bubble) seringkali dibentuk oleh ekpektasi pasar yang secara berlebihan, yang membuat harga suatu barang/aset melonjak tanpa diiringi nilai fundamentalnya.Â
Oleh karena itu, gelembung ekonomi (economic bubble) ditafsirkan sebagai fenomena lonjakan harga-harga aset ke level yang jauh di atas nilai fundamentalnya. Yang menarik dalam hal ini, ekspektasi seringkali membuat orang-orang bersikap irasional (diluar akal sehat).Â
Ketika harga suatu aset menjadi semakin tinggi dan dengan persediaan yang terbatas, orang-orang justru akan semakin tergugah untuk membelinya. Mereka (asumsikan semua orang memiliki informasi yang sama) berharap bisa mendapatkan keuntungan dengan membeli aset atau barang tersebut dan menjualnya kembali ketika harganya lebih tinggi. Ekspektasi seperti ini disebut spekulasi.Â
Menjadi perhatian khusus dimana pada saat ini banyak sekali startup yang sedang mempersiapkan untuk melakukan Initial Public Overing (IPO), hal ini dapat memperbesar kemungkinan gelembung ekonomi karena perusahaan yang dibeli sahamnya tidak memiliki aset yang berasal dari perusahaan itu sendiri melainkan aset mitra atau pihak ketiga.