Mohon tunggu...
Pasu Sibarani
Pasu Sibarani Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

NIM: 55522120006 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Kritik Mutual Agreement Procedure

3 Mei 2024   12:45 Diperbarui: 3 Mei 2024   12:57 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumusan ketentuan MAP diatur dalam Pasal 25 ayat 1 OECD model yang berbunyi sebagai berikut:

"Where a person considers that the action of one or both of the contracting states result or will result for him in taxation not in accordance with the provisions of this convention, he may, irrespective of the remedies provided by the domestic law of those states, present his case to the competent authority of the contracting state of he is a resident or, if his case comes under paragraph 1 of article 24, to that of the contracting state of which he is a national. The case must be presented within three years from the first notification of the action resulting in taxation not in accordance withe the provisions of the convention"

Intinya, MAP merupakan solusi penyelesaian sengketa di luar ranah penyelesaian sengketa domestik, seperti keberatan dan atau banding. MAP dianggap spesial karena merupakan proses konsultasi dan bukan litigasi.

Di Indonesia, ketentuan MAP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 49/PMK.03/2019 yang diperbarui dengan PMK nomor 172 tahun 2023 di mana Wajib Pajak dalam negeri dapat mengajukan permintaan pelaksanaan MAP kepada Direktur Jenderal Pajak sebagai pejabat berwenang Indonesia dalam ha terjadi perlakuan perpajakan oleh otoritas pajak mitra P3B yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B.

Diskursus Kritik

Dalam konteks kerjasama perpajakan internasional, MAP memiliki peran yang sangat penting dalam menyelesaikan sengketa perpajakan, aturan yang dijelaskan dalam PMK.49/PMK.03/2019 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-49/PJ/2021 memberikan kerangka kerja untuk negosiasi antara otoritas pajak dari dua negara yang berbeda guna mencapai kesepakatan mengenai peraturan perpajakan yang relevan.


Namun, dalam melakukan analisis mendalam terhadap isi dari kedua aturan tersebut terungkap beberapa aspek yang mungkin perlu diberikan kritik secara konstruktif. Melalui penelaahan yang cermat, akan dipertimbangkan efektivitas, kejelasan dan keadilan dari prosedur yang diusulkan. Kritik ini sendiri bertujuan menyelidiki apakah aturan yang dijelaskan telah benar-benar memenuhi kebutuhan dan harapan dalam penyelesaian sengketa perpajakan internasional secara adil dan efisien. Dengan begitu kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana kedua aturan tersebut dapat ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas kerjasama perpajakan internasional. Beberapa poin yang perlu disampaikan antara lain:

1. Kompleksitas administrasi

Aturan mengenai MAP mencakup serangkaian prosedur dan format yang sangat rinci dan teknis. Tingginya tingkat detail dan kompleksitas administratif dapat membuatnya sulit dipahami dan diterapkan secara efektif oleh para pemangku kepentingan, dalam hal ini termasuk Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak itu sendiri.

2. Keterbatasan akses informasi

Aturan mengenai MAP akan sulit dipahami oleh mereka yang tidak memiliki latar belakang hukum atau perpajakan yang kuat. Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan akses terhadap informasi, menguntungkan pihak yang memiliki sumber daya atau akses yang lebih besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun