Mohon tunggu...
Banta Johan
Banta Johan Mohon Tunggu... Pekerja Sosial

Saya adalah seorang pekerja sosial. Saya menyukai kegiatan membaca dan menulis dan mempelajari banyak hal-hal.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Ketika Anak Berkata: Saya tidak Minta Dilahirkan

16 September 2025   09:48 Diperbarui: 16 September 2025   09:48 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Pinterest

Saya ingat, seorang teman cewek pernah curhat pada saya. Dia bermasalah dengan orangtuanya. Ayahnya terlalu mengekangnya. Istilahnya zaman sekarang stric parent. Jadi dia dalam pola pengasuhan yang otoriter. Demikian anggapannya. Sejak kecil, kehidupannya berada dalam pengawasan yang ketat. Dia jarang bermain di luar rumah bersama anak-anak yang lain. Dia tumbuh besar dengan belajar di dalam kamarnya. Berkawan dengan buku-buku bacaan. Semuanya itu membuat dia muak dan bosan dan benci. Atas pola asuh orangtuanya yang keras, ia mengaku menjadi anak yang insecure, cemas, stres, dan sulit bergaul dengan teman sebayanya. Dia juga pernah punya keinginan melukai diri sendiri. Pada akhirnya, dia membenci ayahnya, tetapi di lain sisi dia tidak bisa hidup tanpa ayahnya. Dua sisi yang berbeda itu membuat saya bingung atas penuturannya. Saya meminta kejelasan padanya, namun dia tak tahu bagaimana menjelaskannya. 

Pada giliran saya yang berbicara, saya memberikan petuah-petuah umum seperti seorang anak wajib berbakti kepada orangtuanya. Dan ia sepertinya sudah tau itu. Saya tak tahu harus memberikan saran lain. Walaupun saya sudah berpikir keras. Kemudian dia mengucapkan perkataan yang membuat saya mati kutu: "Saya tidak minta dilahirkan ke dunia ini." Jleb, sekarang saya seperti kena skak mat. Padahal saya bukan orangtuanya, mengapa dia bertanya kepada saya. Saat itu juga saya berharap orangtuanya ada bersama kami, jadi saya bisa melepaskan diri dari pertanyaan yang baru saya dengar seumur hidup itu.

Ego saya agak terganggu dengan pertanyaan itu. Sebab saya tak mampu mendapatkan jawaban atas pertanyaannya itu. Kami lama dalam jeda. Rasanya ia menang dengan pertanyaan itu, dia terus memandang saya untuk mendapatkan jawaban. Dan saya rasanya ingin menghadirkan orangtuanya saat itu. Untuk menunjukkan anaknya telah besar, sudah mampu berpikir dengan kritis.

Saya mengatakan kepadanya bahwa kita tidak pernah bisa memilih orangtua, negara, warna kulit atau hal apapun lainnya. Kita hanya bisa menjalani apapun yang sudah ditakdirkan untuk kita. Lagi-lagi saran saya terdengar klise. Dia memandang tajam ke arah saya dan berkata: "Benar, tetapi orangtua bisa memilih untuk tidak punya anak." Saya terkejut dengan jawabannya dan merasakan kalau dia benar-benar membenci orangtuanya, dan dia tidak ingin hadir ke dunia ini. Sekarang saya tak mampu lagi untuk menjawab pertanyaannya. Selanjutnya saya hanya mampu menyediakan telinga untuk mendengarkan segala curahan hatinya, tanpa mampu lagi untuk menyelanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun