Mohon tunggu...
Yieen Banne
Yieen Banne Mohon Tunggu... Mahasiswa Pascasarjana UNDIKSAH Pendidikan IPA_Guru SMP Negeri 2 Ayamaru

Mendaki dialam yang asri

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Realisme dalam Pendidikan : Apakah Kita Sudah Mengajarkan Dunia yang Sesungguhnya?

16 Oktober 2025   13:05 Diperbarui: 16 Oktober 2025   13:05 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MID MAPPING REALISME DALAM PEN (Sumber: CANVA DIBUAT SENDIRI))

Pendahuluan

Pernahkah kita berpikir mengapa sebagian besar sistem pendidikan menilai keberhasilan siswa berdasarkan kemampuan mereka memahami fakta dan realitas dunia nyata---seperti sains, matematika, dan keterampilan terukur lainnya? Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada kenyataan bahwa keberhasilan tidak hanya bergantung pada cita-cita atau imajinasi, tetapi pada kemampuan membaca dan menanggapi dunia sebagaimana adanya. Dari ruang kelas hingga dunia kerja, prinsip "apa yang nyata dan terbukti" menjadi tolok ukur keberhasilan.

Bayangkan seorang siswa yang belajar matematika tanpa pernah melihat aplikasi nyata dari konsep yang dipelajarinya. Dia menghafal rumus, menjawab soal, tapi ketika dihadapkan pada situasi kehidupan sehari-hari seperti menghitung anggaran atau merancang proyek sederhana, ia kebingungan. Fenomena ini kerap terjadi di banyak sistem pendidikan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan penting: apakah pendidikan saat ini sudah merefleksikan realitas dunia nyata?

Realisme sebagai filosofi pendidikan mengajukan bahwa dunia nyata---barang-barang yang dapat diamati, eksperimen yang dapat dilakukan---adalah sumber utama pengetahuan. Dalam era perubahan global cepat, pendekatan ini semakin relevan karena pendidikan harus mempersiapkan siswa tidak hanya untuk ujian, tetapi untuk menghadapi tantangan kehidupan nyata yang kompleks dan dinamis.

Relevansi realisme dalam pendidikan juga terlihat dari tuntutan kompetensi abad ke-21, di mana keterampilan berpikir kritis, problem solving, dan praktik langsung semakin diutamakan. Oleh karena itu, memahami dan mengimplementasikan filosofi realisme dalam pendidikan menjadi krusial untuk menciptakan generasi yang adaptif dan siap pakai.

Latar Belakang 

Pendidikan modern kerap terjebak antara dua kutub: idealisme yang menekankan nilai, cita-cita, dan ide besar, serta realisme yang menekankan fakta, realitas, dan bukti empiris. Dalam era digital dan globalisasi saat ini, sistem pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan keduanya. Banyak siswa memiliki impian tinggi, tetapi sering kesulitan menerapkannya dalam dunia nyata karena kurangnya dasar pengetahuan faktual dan keterampilan praktis.

Menurut data UNESCO (2023), hampir 40% lulusan muda di negara berkembang kesulitan memasuki dunia kerja karena tidak memiliki kompetensi nyata yang dibutuhkan pasar tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan masih kurang menekankan aspek realistis dan aplikatif. Di Indonesia sendiri, meskipun Kurikulum Merdeka berusaha mengintegrasikan proyek nyata dan pengalaman kontekstual, banyak sekolah masih berorientasi pada hafalan dan nilai ujian.

Pentingnya realisme dalam pendidikan dilatari oleh kekhawatiran terhadap kesenjangan antara teori dan praktik dalam kurikulum pendidikan saat ini. Banyak lulusan sekolah atau perguruan tinggi yang memiliki pengetahuan teoritis memadai, namun kurang siap secara praktis untuk globalisasi dan dunia kerja modern. Sebagai contoh, riset menunjukkan indikator kesiapan kerja lulusan yang rendah di sektor industri berbasis teknologi, yang mencerminkan lemahnya pembelajaran berbasis pengalaman dan praktik nyata.

Selain aspek ekonomi, hal ini juga berkaitan dengan isu sosial dan budaya. Pendidikan yang jauh dari realitas seringkali membuat siswa kehilangan hubungan dengan lingkungan sekitarnya. Di sisi lain, masyarakat membutuhkan individu yang tidak hanya pintar secara akademik, tetapi juga memiliki kemampuan menghadapi tantangan praktis sehari-hari, seperti pengelolaan sumber daya, kreativitas dalam pemecahan masalah, dan komunikasi efektif.

Kondisi ini menuntut evaluasi dan perubahan paradigma pendidikan agar dapat mengakomodasi kebutuhan tersebut. Filosofi realisme hadir sebagai solusi filosofis yang menekankan pentingnya pembelajaran yang berangkat dari kenyataan, pengalaman langsung, dan fakta-fakta objektif yang bisa diamati dalam kehidupan nyata.

Pembahasan

Konsep Dasar Realisme dalam Pendidikan

Realisme adalah pandangan filosofis yang berfokus pada keberadaan dunia nyata secara objektif, yang dapat diamati dan dipelajari melalui pengalaman inderawi. Dalam pendidikan, realisme menuntut bahwa pembelajaran harus didasarkan pada fakta dan pengalaman konkret, bukan semata-mata abstraksi atau idealisme yang terlalu jauh dari kenyataan.

Tokoh-tokoh utama realisme seperti Aristoteles, Thomas Aquinas, dan John Locke percaya bahwa pengetahuan sejati diperoleh melalui pengalaman empiris dan observasi terhadap dunia nyata. Menurut Aristoteles, pendidikan harus membentuk kemampuan berpikir rasional sekaligus membiasakan manusia hidup sesuai kenyataan.

Menurut John Dewey, seorang filsuf pendidikan realis, pengalaman langsung adalah pusat dari proses belajar, dimana siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan yang nyata untuk memahami konsep. Hal ini berbeda dari metode hafalan atau penyampaian teori yang kaku tanpa keterlibatan langsung.

Dalam konteks filsafat pendidikan, realisme melihat bahwa tugas utama pendidikan adalah membantu peserta didik memahami dan beradaptasi dengan dunia nyata melalui penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan praktis, dan disiplin berpikir logis.Prinsip

Prinsip Pendidikan Realisme

Beberapa prinsip dasar pendidikan realisme meliputi:

  • Kenyataan adalah sumber utama pengetahuan. Pembelajaran harus didasarkan pada fakta dan pengalaman konkret.

  • Guru sebagai sumber pengetahuan dan pembimbing. Guru dianggap memiliki otoritas karena penguasaannya terhadap fakta dan realitas.

  • Kurikulum berbasis ilmu pengetahuan empiris. Mata pelajaran seperti sains, matematika, dan teknologi mendapat tempat utama karena dianggap paling dekat dengan realitas objektif.

  • Pendidikan bertujuan membentuk kemampuan berpikir rasional dan realistis. Siswa harus belajar menilai situasi secara logis, bukan emosional.

Realisme dalam Praktik Pendidikan Modern

Walau berkembang di era klasik, prinsip realisme masih sangat relevan dengan pendidikan modern. Contohnya terlihat dalam:

  • Pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning): Siswa mempelajari konsep dengan cara menerapkannya dalam proyek nyata, misalnya membuat sistem pengairan sederhana untuk memahami prinsip fisika dan ekologi.

  • Pembelajaran kontekstual: Guru mengaitkan teori dengan masalah nyata, seperti mempelajari matematika melalui pengelolaan keuangan sekolah atau bisnis kecil.

  • Pendidikan vokasional: Sekolah kejuruan (SMK) menjadi contoh nyata penerapan realisme---menyiapkan siswa dengan keterampilan konkret yang relevan dengan dunia kerja.

  • Penguatan literasi sains dan teknologi: Menumbuhkan kemampuan berpikir berbasis bukti (evidence-based thinking) yang menjadi ciri khas pendidikan realistis.

Analisis dan Kaitan dengan Fenomena Nyata

Berbeda dengan pendidikan yang lebih idealistik atau teoritis, realisme mendorong sekolah dan guru untuk memperkenalkan materi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Contohnya, pembelajaran matematika dengan aplikasi langsung seperti menghitung kebutuhan bahan bangunan atau membuat anggaran keluarga. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan pemahaman, tetapi juga relevansi belajar bagi siswa.

Penelitian pendidikan menunjukkan bahwa siswa yang belajar melalui pengalaman nyata cenderung lebih mudah mengingat dan dapat menerapkan pengetahuan mereka. Metode pembelajaran berbasis proyek dan eksperimen nyata adalah implementasi nyata dari pendidikan realisme yang memberikan stimulasi intelektual sekaligus praktis.

Contoh Kasus Praktis

Di beberapa sekolah yang mengembangkan pembelajaran berbasis pengalaman, seperti Sekolah Alam di Indonesia, siswa diajak melakukan kegiatan eksploratif dalam lingkungan alam dan sosial mereka. Misalnya, melalui kegiatan bercocok tanam hidroponik, siswa belajar biologi, kimia, dan matematika secara terpadu sekaligus merasakan langsung proses produksi pangan.

Selain itu, program magang dan kerja praktik di dunia industri memberikan kesempatan bagi siswa untuk menghadapi realitas kerja dan mengasah keterampilan yang tidak dapat diperoleh hanya dari buku.

Perbandingan dengan Sudut Pandang Lain

Walaupun realisme menempatkan dunia nyata sebagai pusat pembelajaran, idealisme pendidikan menekankan pengembangan moral dan nilai-nilai luhur melalui pemahaman konsep-konsep dan teori yang ideal. Misalnya, pendidikan menurut idealisme turut menanamkan nilai-nilai etika dan estetika yang tidak langsung terkait dengan fenomena empiris.

Kedua pandangan ini tidak harus bertentangan, melainkan dapat saling melengkapi. Pendidikan yang baik tidak hanya menguasai dunia nyata, tetapi juga membangun karakter dan pemahaman nilai yang mendalam.

Implikasi Praktis untuk Kehidupan Sehari-hari

Penerapan realisme dalam pendidikan memberikan manfaat signifikan bagi kehidupan sehari-hari siswa. Mereka belajar melihat masalah dari sudut pandang yang faktual dan dapat memecahkan masalah dengan pendekatan ilmiah. Keterampilan ini sangat berguna dalam konteks keluarga, komunitas, dan dunia kerja.

Guru dan institusi pendidikan diharapkan mampu menciptakan suasana belajar yang mendukung eksplorasi, observasi, dan eksperimen agar siswa berkembang secara holistik. Pendidikan realistis juga mendorong integrasi teknologi dan media belajar yang aktual serta kontekstual, sehingga pembelajaran tidak kering dan mudah diterima oleh siswa dengan berbagai gaya belajar.

Bagi siswa, realisme menumbuhkan sikap kritis, objektif, dan berorientasi pada kenyataan. Siswa belajar menilai sesuatu berdasarkan bukti, bukan emosi atau opini. Dalam konteks masyarakat modern, ini sangat penting untuk melawan arus informasi palsu (hoaks) dan bias berpikir yang sering menyesatkan.

Tantangan dan Arah ke Depan

Penerapan realisme dalam pendidikan menghadapi tantangan seperti kurikulum yang masih padat teori, kurangnya sarana praktik, dan paradigma guru yang belum sepenuhnya berubah. Namun, di era teknologi dan big data, realisme justru semakin relevan.

Pendidikan masa depan harus menggabungkan realisme empiris dengan pemanfaatan teknologi digital, misalnya melalui laboratorium virtual, simulasi interaktif, dan pembelajaran berbasis bukti ilmiah. Dengan demikian, siswa belajar memahami dunia nyata secara lebih dalam dan ilmiah tanpa kehilangan konteks nilai-nilai kemanusiaan.

Penutup

Kesimpulannya, realisme sebagai filosofi pendidikan menegaskan bahwa pembelajaran yang efektif harus berakar pada dunia nyata dan pengalaman empiris siswa. Bila pendidikan hanya berorientasi pada teori tanpa kontekstualisasi nyata, hasil pembelajaran tidak akan maksimal dan siswa gagal menghadapi tantangan praktis di masa depan.

Refleksi penting untuk kita semua, terutama pendidik dan pembuat kebijakan, bahwa menyelaraskan teori dengan praktik nyata adalah kunci keberhasilan pendidikan. Mari kita dorong penerapan pendekatan realisme yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membekali keterampilan hidup yang relevan dan aplikatif.

Realisme bukan hanya filsafat masa lalu, melainkan panduan abadi bagi dunia pendidikan masa kini dan masa depan.

Harapan ke depan, pendidikan di Indonesia dan dunia dapat lebih banyak mengintegrasikan filosofi realisme ke dalam kurikulum dan metode pembelajaran. Ini akan menciptakan generasi yang lebih kritis, adaptif, dan siap menghadapi dunia yang terus berubah dengan nyata dan percaya diri.

Dengan langkah tersebut, kita tak hanya mengajar mereka teori, tapi juga memperlengkapi mereka berjalannya di dunia sesungguhnya.

Daftar Pustaka

Dewey, J. (1938). Experience and Education. New York: Macmillan.

Santrock, J. W. (2011). Educational Psychology. New York: McGraw-Hill.

Slavin, R. E. (2018). Educational Psychology: Theory and Practice. Pearson.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Ministry of Education and Culture Indonesia. (2020). Kurikulum 2013 dan Implementasi Pendidikan Realistis. Jakarta.

Hamalik, O. (2012). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun