Pendidikan masa depan harus menggabungkan realisme empiris dengan pemanfaatan teknologi digital, misalnya melalui laboratorium virtual, simulasi interaktif, dan pembelajaran berbasis bukti ilmiah. Dengan demikian, siswa belajar memahami dunia nyata secara lebih dalam dan ilmiah tanpa kehilangan konteks nilai-nilai kemanusiaan.
Penutup
Kesimpulannya, realisme sebagai filosofi pendidikan menegaskan bahwa pembelajaran yang efektif harus berakar pada dunia nyata dan pengalaman empiris siswa. Bila pendidikan hanya berorientasi pada teori tanpa kontekstualisasi nyata, hasil pembelajaran tidak akan maksimal dan siswa gagal menghadapi tantangan praktis di masa depan.
Refleksi penting untuk kita semua, terutama pendidik dan pembuat kebijakan, bahwa menyelaraskan teori dengan praktik nyata adalah kunci keberhasilan pendidikan. Mari kita dorong penerapan pendekatan realisme yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membekali keterampilan hidup yang relevan dan aplikatif.
Realisme bukan hanya filsafat masa lalu, melainkan panduan abadi bagi dunia pendidikan masa kini dan masa depan.
Harapan ke depan, pendidikan di Indonesia dan dunia dapat lebih banyak mengintegrasikan filosofi realisme ke dalam kurikulum dan metode pembelajaran. Ini akan menciptakan generasi yang lebih kritis, adaptif, dan siap menghadapi dunia yang terus berubah dengan nyata dan percaya diri.
Dengan langkah tersebut, kita tak hanya mengajar mereka teori, tapi juga memperlengkapi mereka berjalannya di dunia sesungguhnya.
Daftar Pustaka
Dewey, J. (1938). Experience and Education. New York: Macmillan.
Santrock, J. W. (2011). Educational Psychology. New York: McGraw-Hill.
Slavin, R. E. (2018). Educational Psychology: Theory and Practice. Pearson.