Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangun "Filter Rasa"

6 Juli 2021   07:59 Diperbarui: 6 Juli 2021   08:03 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Filter??? Apakah yang dimaksud penyaring, atau saringan yang biasa digunakan untuk menyaring santan kelapa itu?

Benar sekali, filter dalam bahasa Inggris yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti penyaring, atau saringan. Memangnya apa kaitan filter dengan pokok bahasan ini? Apakah manusia itu sama dengan kelapa, kok mau disaring segala! Ya bolehlah kalau mau di analogikan begitu. Untuk jelasnya mari kita ikuti uraian selanjutnya.

Mudah-mudahan kita semua masih ingat bahwa perintah, dan petunjuk Allah atau firman Allah itu ada 2 macam. Pertama firman Allah, atau ayat -- ayat Allah yang tertulis berupa buku atau kitab berisi perintah dan petunjuk Allah (Al Qur'an) khususnya, atau kitab Suci pada umumnya. Firman Allah atau ayat-ayat Allah yang tidak tertulis berupa jagad raya seisinya, atau semesta alam seisinya termasuk diri manusia. 

Bila kita meyakini akan semesta alam seisinya adalah ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis tidak terkecuali manusia, sudah barang tentu kitapun harus meyakini bahwa kelapa pun termasuk didalamnya bukan? Dan kelapa ini dapat digunakan sebagai contoh bagi manusia, bahwa semakin tua kelapa semakin banyak santan atau minyaknya. Bagaimana dengan manusia? Kenyataan tersebut tidak dapat disangkal lagi oleh siapapun, merupakan contoh bagi manusia, dan yang mestinya dicontoh oleh kita sebagai seorang penganut agama, apapun agamanya.

Apakah dengan semakin tua umur seseorang, juga diimbangi dengan semakin meningkatnya pemahaman tentang hakekat beragama atau tidak, ditandai dengan semakin meningkatnya derajat takwa seseorang atau tidak; Yang ditandai dengan semakin meningkatnya setiap tingah laku, perbuatan, dan tutur kata sehari -- harinya mencerminkan sifat -- sifat ke Illahian, layaknya sifat -- sifat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci.

Jangan sampai manusia kalah dengan kelapa yang makin tua makin banyak santan atau minyaknya, mengingat manusia adalah merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna di jagad raya ini. 

Oleh karena itu mari kita persiapkan Filter Rasa, agar setiap tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata kita dalam keseharian benar merupakan kebenaran sejati. Layaknya santan yang keluar melalui penyaring, sudah terbebas dari ampasnya.

Untuk membangun Filter Rasa dalam diri kita, hendaklah dalam mengaji atau mempelajari Al Qur'an atau firman Allah dilakukan secara berjenjang, dan dalam bahasanya sendiri Indonesia atau bahasa yang dimengerti. Layaknya seseorang menempuh jenjang pembelajaran baik pendidikan formal maupun non formal yang diawali dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Pertama (SLP), Sekolah Lanjutan Atas (SLA), Perguruan Tinggi (PT), dan seterusnya.

Sejalan dengan alur pikir tersebut, tentunya juga wajib kita terapkan dalam mempelajari atau mengaji ayat -- ayat Allah yang tertulis maupun ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis. Diawali dari tingkat sareat (lahiriah), berlanjut  ke tingkat tarekat (batiniah), berlanjut ke tingkat hakekat (kejiwaan), dan selanjutnya berlanjut ke tingkat makripat (roso pangroso).

Dengan demikian seseorang yang mengaji atau mengkaji atau mempelajari suatu pokok bahasan, hendaklah berupaya agar dapat memahami makna yang tersirat, atau makna yang tersembunyi, atau makna batiniah dari tingkatan sareat sampai dengan tingkatan makripat. Artinya dapat memahami makna yang terkandung dalam setiap pokok bahasan yang bila diibaratkan sebagai buah, dapat mengerti makna buah tadi sejak dari kulit sampai dengan dapat mengerti atau merasakan nikmatnya isi buah.  

Analog dengan uraian tersebut mudah - mudahan kita dapat mengaji atau mempelajari dengan baik, dan benar Al Qur'an yang merupakan ayat -- ayat Allah yang tertulis. Oleh karena itu hendaklah dipahami dengan baik, dan benar pemaknaan mengaji.

Misal mengaji Al Qur'an. Artinya kita mempelajari makna batiniah yang terkandung di dalam Al Qur'an, dengan harapan semoga Allah mengizinkan kita dapat memahami, dan selanjutnya melaksanakan atau mengamalkan perintah, dan petunjuk Allah tersebut dengan baik, dan benar; Pemahaman atas makna batiniah yang terkandung dalam Al Qur'an inilah merupakan pahala, atau hadiah, atau ganjaran, atau gift yang diberikan Allah kepada kita yang mempelajari Al Qur'an.

Jadi mengaji atau mempelajari Al Qur'an hendaklah tidak disama artikan, dengan mempelajari cara membaca kitab Al Qur'an dalam bahasa Arab. Kalau ini yang dilakukan, apakah kita juga akan mendapat pahala dari Allah? Sudah barang tentu juga akan mendapat pahala dari Allah, karena Allah Maha Pengasih, jadi apapun yang diminta manusia tentu akan dikabulkan. 

Apa wujud pahala yang akan kita terima? Wujud pahala yang kita terima adalah dapat, atau bisa membaca kitab Al Qur'an dalam tulisan dan bahasa Arab, tetapi tidak memahami makna batiniah yang terkandung didalamnya. Mengapa? Karena tidak memahami arti yang dibacanya.

Sejalan dengan alur pikir tersebut, hendaklah kita gunakan juga untuk mengaji atau mempelajari ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis berupa semesta alam seisinya termasuk diri manusia secara berjenjang. 

Sebagaimana diilustrasikan dengan buah durian atau duren berikut, sehingga kita dapat memahami makna batiniahnya dengan baik, dan benar. 

Mengaji ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis. Untuk memahami pengajian berjenjang tersebut secara singkat jenjang pengajian, atau jenjang pembelajaran dimaksud dapat penulis sampaikan sebagai berikut.

Tingkat Sareat. Adalah tingkatan lahiriah, atau bisa dikatakan tingkat dasar, atau baru berupa sampul atau kulit. Kalau ayat -- ayat  Allah yang tertulis ya baru berupa perintah, dan petunjuk Allah yang tertulis atau tersurat dalam buku atau kitab Al Qur'an itu. Tetapi bila berupa ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis ya baru berupa ciptaan Allah yang: terlihat, atau terdengar, atau tercium, atau teraba berupa semesta alam atau jagad raya yang tergelar ini seisinya, termasuk diri manusia.

Andaikan ayat - ayat Allah tadi dikaji atau dipelajari hanya ditingkatan sareat: membaca, melagukan, menghafalkan, melihat, mendengar, mencium, dan meraba wujud luarnya saja. Mari dibiasakan untuk bertanya kepada diri sendiri, lalu roso pangroso menjawabnya dengan jujur. Kalau hanya sampai ditingkatan sareat ini saja yang saya lakukan, lalu apa manfaat yang saya peroleh untuk melakoni hidup, dan kehidupan di atas dunia ini? Silahkan dijawab sendiri dengan jujur, menggunakan roso pangroso.

Untuk memudahkan memahami makna ayat -- ayat Allah baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, mari kita coba mengaji atau mempelajarinya secara berjenjang. Dimulai dari tingkat dasar atau tingkat lahiriah atau tingkat sareat, kemudian dilanjutkan ke jenjang tarekat, hakekat, dan akhirnya ke jenjang makripat.

Kita  tentukan  satu  pokok  bahasan  berupa  buah durian  atau  duren, maka pertama  kali  yang  kita  lihat sudah barang tentu adalah buah duren.  Misal di desa A buah duren  berwarna  hijau,  di  desa  B berwarna kuning. Kemudian dari desa lainnya C misalnya mengatakan kalau buah duren itu bentuknya bulat, desa D mengatakan buah duren bentuknya bulat lonjong. Dari desa E mengatakan lain lagi buah duren itu kulitnya berduri langsing, desa F mengatakan kalau kulit buah duren itu berduri besar dan runcing. Dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya.

Mari kita bayangkan andaikan setiap desa, orang-orangnya hanya mempertahankan pengetahuan tentang buah duren hanya dari sisi luarnya saja, apa yang terjadi? Paling banter gegeran atau berantem, karena beranggapan buah duren yang benar itu hanyalah seperti buah duren yang ada di desanya. Sehingga masing-masing akan mempertahankan pendapatnya bahwa buah duren, ya hanya seperti buah yang ada di desanya. Tanpa mau melihat, dan menerima pendapat pihak lain sehingga wawasan, dan pengetahuannya tak ubahnya bagai katak dalam tempurung.

Tetapi kalau orang atau kelompok orang tadi mau mengakui atau mengedepankan kekurangan masing -- masing, mestinya diantara mereka bisa menerima kebenaran dari pihak lain, artinya memposisikan diri layaknya gelas kosong. Sehingga akhirnya masing -- masing orang akan memperoleh pengetahuan secara utuh,  bahwa buah duren itu bentuknya beragam ada yang bulat atau bulat lonjong atau tak beraturan. 

Warna kulitnya ada yang hijau ada yang kuning ada yang jingga, kulitnya ada yang berduri langsing dan runcing, ada yang berduri besar dan runcing, dan lain -- lain. Dengan demikian masing -- masing orang atau kelompok orang tadi, lalu mempunyai kesamaan pengetahuan secara utuh atau secara paripurna tentang buah durian atau duren.

Setelah memahami bahwa buah duren tersebut memang beraneka warna dan beragam bentuk buahnya, mestinya ya tidak harus puas hanya sampai disini. Setiap orang mestinya juga lalu berkeinginan mengetahui, dan bahkan ingin menikmati bagaimana sih rasa duren itu?

Tingkat Tarekat. Mari kita tanyakan kepada diri sendiri, apakah pokok bahasan tentang buah duren ini cukup diketahui sampai diwujudnya saja, atau juga ingin mengetahui bagaimana rasa isi buah duren sesungguhnya. Kalau ingin mengetahui rasa, dan menikmati isi buahnya sudah barang tentu kita harus berupaya untuk mendapatkan isi buah duren tersebut. Caranya bagaimana? Mari kita lanjutkan pembelajaran atau pengajian ke jenjang selanjutnya, sehingga kita dapat menemukan cara untuk mendapatkan isi buah durennya.

Caranya. Kita ambil buah duren kemudian kita kaji,  atau  kita  pelajari  atau kita amati lebih lanjut tanda-tanda yang tersembunyi, atau tanda-tanda yang tersirat pada buah  duren yang sekiranya dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mendapatkan isinya. Setelah dikaji atau dipelajari atau diamati dengan saksama, ternyata pada setiap buah duren terdapat beberapa alur atau urat dari ujung buah sampai dengan ke pangkal buahnya. Sampai disini kita boleh berasumsi, mungkin dari alur atau urat inilah buah duren dapat dibelah untuk mengetahui, dan mendapatkan isinya.

Tetapi dengan alat apa, dan harus bagaimana agar kita dapat membelah duren itu? Kemudian terpikir harus ada alat bantu berupa benda tajam sejenis golok atau pisau tebal misalnya, agar dapat untuk mengungkit kulit duren melalui alur atau urat buah tadi hingga terbelah. Kemudian dicarilah golok atau pisau, dan diletakkan dekat buah duren tersebut. Apakah dengan menyiapkan alat, dan meletakkannya di dekat buah duren, duren akan terbelah dengan sendirinya? Tidak! Sekali lagi tidak!

Buah duren baru akan terbelah bila kita menggunakan alat bantu tersebut, dan menancapkan melalui alur atau urat buah tadi lalu mengungkitnya, insya-Allah buah akan terbelah. Walau belum tentu, sekali melakukan akan mendapatkan hasil perbuatan dengan baik, tetapi paling tidak kita sudah mencoba melakukannya.

Dari mengaji atau mempelajari makna yang tersirat, atau makna yang tersembunyi, atau makna batiniah satu pokok bahasan dalam hal ini buah duren kemudian diikuti dengan perbuatan pelaksanaannya, inilah pengajian atau pembelajaran dijenjang tarekat. Sampai pembelajaran dijenjang pengajian ini, sudahkah kita dapat mengetahui rasa isi buah duren itu seperti apa? Belum, karena pengetahuannya baru sebatas dapat membelah buah duren.

Tingkat Hakekat. Setelah buah duren dapat dibelah, barulah kita dapat mengetahui lebih lanjut bahwa bagian dalam dari buah terdapat sesuatu yang berbentuk bulat seperti telur berderet, dan terletak dalam bilik ibaratnya. Dari buah duren yang terbelah tadi ada bagian buah yang besar, dan setelah ditekan -- tekan bagian pinggirnya dengan kedua tangan, eehh ternyata masih dapat terbelah lagi, dan yang didalamnya berisi bulatan seperti telur berderet juga. Demikian  seterusnya  yang  kita  lakukan, sampai  akhirnya  buah  duren tersebut terbelah sempurna. Dari perbuatan yang kita lakukan  akhirnya  diketahui dengan pasti  bahwa bagian  dalam buah duren terdiri dari beberapa bilik, yang setiap biliknya terdapat sesuatu berbentuk bulat posisi berderet.                                               

Kenyataan tersebut merupakan pengertian yang kita yakini kebenarannya karena telah membuktikan, dan melihat dengan mata kepala sendiri bahwa bagian dalam buah duren memang demikian itu adanya. Dan kebenaran tersebut, sudah tidak dapat disangkal lagi oleh siapapun.

Bagi siapapun yang mau melakukan pengamatan atau pengajian atau penelitian tentang bagian dalam buah duren tentu akan mendapatkan, dan mengatakan kebenaran yang sama. 

Atau dengan kata lain siapapun sudah mengerti dengan pasti, dan bahkan dapat dikatakan menjiwai bahwa kenyataan tersebut adalah bagian dalam buah duren. Bila tidak demikian bagian dalam buahnya, ya bukan buah duren namanya. Pemahaman sampai disini dapat dikatakan pemahaman di jenjang, atau di tingkat kejiwaan atau hakekat. 

Tingkat Makripat. Dari buah duren yang telah terbelah-belah tadi kita lanjutkan pengajian, atau pengamatannya dengan mengamati sesuatu yang berbentuk bulat dengan posisi berderet. Selanjutnya mengambil  satu butir dari sesuatu yang berderet, dan setelah diamati lebih mendalam ternyata bulatan tadi berbau harum, dan terdiri dari 2 bagian.

Bagian luar merupakan  massa  yang lembek berair, sedangkan bagian dalamnya  keras  berbentuk  bulat  lonjong. Dari kenyataan  tersebut, akhirnya kita dapat memahami bahwa bulatan  dalam yang keras  disebut  biji duren, dan tidak enak bila langsung dimakan. Sedangkan bagian yang meliputi biji berupa massa lembut disebut daging buah, berbau harum, manis rasanya, dan enak bila dimakan. 

Bila orang telah dapat menikmati hasil pengajian tentang buah duren sampai di jenjang merasakan, maka seseorang tadi dapat dikatakan pengajiannya telah sampai di jenjang makripat atau roso pangroso. 

Artinya seseorang tadi telah memahami, dan mengerti secara utuh atau secara paripurna tentang buah duren, sejak dari kulit, cara membelah, mengetahui bagian dalam buah, dan yang akhirnya dapat mengerti dengan pasti, dan menikmati rasa buah duren. Inilah kebenaran sejati dari ayat Allah yang tidak tertulis, berupa buah duren.

Jadi siapapun orangnya, apapun warna kulit dan bahasanya, apapun suku bangsa dan bangsanya, apapun status sosial ekonomi dan agamanya kalau berbicara masalah duren, ya demikian itulah adanya. 

Meskipun ada perbedaan nama buah dari satu daerah, dengan nama di daerah yang lain, misal ada yang menamakan: duren, durian, duria, duriang, dan lain -- lain tidak perlu dipermasalahkan, karena itu hanya nama.

Atas dasar pengajian berjenjang dari buah duren ini mudah -- mudahan dapat dipahami bahwa orang yang telah dapat merasakan isi buah duren, sudah barang tentu dia telah memiliki pemahaman, dan pengertian tentang buah duren secara utuh sejak dari kulit, cara membelah, mengerti atau menjiwai secara pasti kenyataan yang ada dalam buah duren, dan menikmati rasa buah duren tersebut.

Uraian tersebut merupakan pengajian berjenjang, atas buah duren yang merupakan salah satu ayat-ayat Allah yang tidak tertulis. Lalu bagaimana halnya dengan pengajian ayat -- ayat Allah yang tertulis berupa Al Qur'an? 

Apakah juga wajib melalui tahap penjenjangan layaknya mengaji ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis? Benar sekali! Kalau kita ingin membangun Filter Rasa, maka pengajian ayat -- ayat Allah yang tertulispun wajib dikaji melalui tahap pengajian berjenjang.

Jadi amatlah tidak tepat, dan tidak etis bila seseorang yang pengetahuannya baru sampai di jenjang sareat atau kulit, menyalahkan atau menilai orang lain yang pengetahuannya telah sampai di jenjang makripat atau orang yang telah dapat menikmati rasa buah durennya. 

Mengapa? Ya karena kelompok sareat ini pengetahuannya baru sebatas kulit, boro -- boro dapat merasakan isi buah durennya, selagi membelah buah durennya saja belum pernah mencoba, kok menyalahkan orang lain yang telah dapat menikmati rasa buah durennya. 

Pengajian berjenjang yang diawali dengan contoh cara mengaji ayat-ayat Allah yang tidak tertulis ini, mudah-mudahan dapat menginspirasi kita semua untuk mengaji, atau mempelajari ayat -- ayat Allah baik yang tertulis, maupun ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis dengan cara yang sama. 

Sehingga kita dapat menemu-kenali kebenaran sejati atau kebenaran hakiki yang terkandung didalam setiap perintah dan petunjuk Allah. Hasil kajian ditempatkan dalam hati, dan selanjutnya kita posisikan sebagai Filter Rasa.

Mohon maaf hanya sampai disini dahulu, dan akan berlanjut ke artikel dengan judul KETIKA FILTER RASA BERFUNGSI, terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun