Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangun "Filter Rasa"

6 Juli 2021   07:59 Diperbarui: 6 Juli 2021   08:03 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Misal mengaji Al Qur'an. Artinya kita mempelajari makna batiniah yang terkandung di dalam Al Qur'an, dengan harapan semoga Allah mengizinkan kita dapat memahami, dan selanjutnya melaksanakan atau mengamalkan perintah, dan petunjuk Allah tersebut dengan baik, dan benar; Pemahaman atas makna batiniah yang terkandung dalam Al Qur'an inilah merupakan pahala, atau hadiah, atau ganjaran, atau gift yang diberikan Allah kepada kita yang mempelajari Al Qur'an.

Jadi mengaji atau mempelajari Al Qur'an hendaklah tidak disama artikan, dengan mempelajari cara membaca kitab Al Qur'an dalam bahasa Arab. Kalau ini yang dilakukan, apakah kita juga akan mendapat pahala dari Allah? Sudah barang tentu juga akan mendapat pahala dari Allah, karena Allah Maha Pengasih, jadi apapun yang diminta manusia tentu akan dikabulkan. 

Apa wujud pahala yang akan kita terima? Wujud pahala yang kita terima adalah dapat, atau bisa membaca kitab Al Qur'an dalam tulisan dan bahasa Arab, tetapi tidak memahami makna batiniah yang terkandung didalamnya. Mengapa? Karena tidak memahami arti yang dibacanya.

Sejalan dengan alur pikir tersebut, hendaklah kita gunakan juga untuk mengaji atau mempelajari ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis berupa semesta alam seisinya termasuk diri manusia secara berjenjang. 

Sebagaimana diilustrasikan dengan buah durian atau duren berikut, sehingga kita dapat memahami makna batiniahnya dengan baik, dan benar. 

Mengaji ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis. Untuk memahami pengajian berjenjang tersebut secara singkat jenjang pengajian, atau jenjang pembelajaran dimaksud dapat penulis sampaikan sebagai berikut.

Tingkat Sareat. Adalah tingkatan lahiriah, atau bisa dikatakan tingkat dasar, atau baru berupa sampul atau kulit. Kalau ayat -- ayat  Allah yang tertulis ya baru berupa perintah, dan petunjuk Allah yang tertulis atau tersurat dalam buku atau kitab Al Qur'an itu. Tetapi bila berupa ayat -- ayat Allah yang tidak tertulis ya baru berupa ciptaan Allah yang: terlihat, atau terdengar, atau tercium, atau teraba berupa semesta alam atau jagad raya yang tergelar ini seisinya, termasuk diri manusia.

Andaikan ayat - ayat Allah tadi dikaji atau dipelajari hanya ditingkatan sareat: membaca, melagukan, menghafalkan, melihat, mendengar, mencium, dan meraba wujud luarnya saja. Mari dibiasakan untuk bertanya kepada diri sendiri, lalu roso pangroso menjawabnya dengan jujur. Kalau hanya sampai ditingkatan sareat ini saja yang saya lakukan, lalu apa manfaat yang saya peroleh untuk melakoni hidup, dan kehidupan di atas dunia ini? Silahkan dijawab sendiri dengan jujur, menggunakan roso pangroso.

Untuk memudahkan memahami makna ayat -- ayat Allah baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, mari kita coba mengaji atau mempelajarinya secara berjenjang. Dimulai dari tingkat dasar atau tingkat lahiriah atau tingkat sareat, kemudian dilanjutkan ke jenjang tarekat, hakekat, dan akhirnya ke jenjang makripat.

Kita  tentukan  satu  pokok  bahasan  berupa  buah durian  atau  duren, maka pertama  kali  yang  kita  lihat sudah barang tentu adalah buah duren.  Misal di desa A buah duren  berwarna  hijau,  di  desa  B berwarna kuning. Kemudian dari desa lainnya C misalnya mengatakan kalau buah duren itu bentuknya bulat, desa D mengatakan buah duren bentuknya bulat lonjong. Dari desa E mengatakan lain lagi buah duren itu kulitnya berduri langsing, desa F mengatakan kalau kulit buah duren itu berduri besar dan runcing. Dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya.

Mari kita bayangkan andaikan setiap desa, orang-orangnya hanya mempertahankan pengetahuan tentang buah duren hanya dari sisi luarnya saja, apa yang terjadi? Paling banter gegeran atau berantem, karena beranggapan buah duren yang benar itu hanyalah seperti buah duren yang ada di desanya. Sehingga masing-masing akan mempertahankan pendapatnya bahwa buah duren, ya hanya seperti buah yang ada di desanya. Tanpa mau melihat, dan menerima pendapat pihak lain sehingga wawasan, dan pengetahuannya tak ubahnya bagai katak dalam tempurung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun