Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pinggul

14 Agustus 2021   14:07 Diperbarui: 14 Agustus 2021   14:15 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imaged by pixabay.com

Pesta dansa? Saya mengulang di dalam kalbu yang saya pikir tidak perlu. Tapi tunggu! Gadis-gadis itu nanti akan bergerak dengan menggiurkan, atau bahkan jika mereka berdiam diri, keindahannya tetap memancar.

Dan saya sudah membayangkan, bahwa saya tidak pernah seperti dari salah satu dari gadis-gadis itu, berdiri langsing seperti anak pohon. Saya akan sering sendirian di pesta dansa seperti pohon besar bercabang.

Bolehkah saya untuk tidak berada disana? Tapi jeritan itu hanya saya perdengarkan kepada tubuh saya, lagian saya tidak mau membuat papa kecewa. Karena pesta itulah etika bisnis yang salah satunya berperan besar membawa karirnya.

Baiklah saya akan panggil ibu! Ternyata kata-kata itu yang saya ucapkan sebagaimana biasanya. Dan ibu dalam hitungan menit akan segera tiba di rumah untuk menjaga cucu princess dengan bangga yang berlebihan namun saya mengerti.

Jam tujuh tepat kami berangkat menuju gedung mewah. Papa berfashion serasi dan tampak seperti biasa ganteng dan 'manscant', saya suka memandanginya dan mencintainya. Aroma lelaki itu selalu mempesona saya, sejak kami pacaran dulu. Dan, busyet, sampai kini dia masih lelaki indah. 

Ah! Saya menjadi baperan! Tak lama kendaraan SUV kami parkir, beberapa kawan kantor yang sejalan saling bertegur sapa dan kami beriringan masuk ruang pesta dansa yang gemerlap.

Halayak sudah cukup ramai, dan kami berpisah, karena papa sebagai orang kelas tinggi, harus bercengkerama dengan para pimpinan khusus orang penting. Sedang saya akan mengambil tempat aman, karena saya merasa telah memasuki alam yang berbeda. 

Gadis-gadis ramping dan mamud-mamud yang lurus begitu ringan memulai tarian dansa. Mereka berbicara seperti surga dengan bentuknya seperti pohon-pohon muda hijau menyenangkan, semakin membuat saya menyudut ke meja penganan yang tak terlihat. Betul kan! Saya sendirian di tengah kemeriahan dan seperti batang pohon besar bercabang.

Pesta terasa berjalan lambat dan saya berada di sudut remang berdiri sendiri dengan mengelus tonjolan pinggang saya sesekali.  Hingga syukurlah akhirnya penderitaan selesai, ketika papa menghampiriku.
Sedang apa? Dia bertanya tapi saya tak menjawab. Lalu lelaki itu mengambil tangan saya mengajak saya pulang.

Jalanan terlihat sepi ketika malam sudah benar-benar mengambilnya. Gelap dan hanya lampu merkuri saja yang membuat bulatan-bulatan di aspal yang kami lalui dengan kabin yang diam.

Saya memutuskan akan melakukan operasi! Tiba-tiba mulut saya memberanikan diri membuka. Dia menatapku janggal. Tentu saja dia tidak tau apa-apa!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun