Memang hujan kali ini tak pernah jatuh pada waktu dan tempatnya, seperti ada protes besar-besaran awan untuk mogok berkondensasi. Kompak dengan petir yang sembunyi, petir ogah membuat arus listrik membuat jurang potensial sehingga awan bisa melepas kalornya untuk mencairkan hujan. Maknya yang kenyang asam garam, merenungi alam yang sudah duapuluh dua bulan tak berhasrat membasahi tanah.
Hari telah menelan malam, matahari pagi melirik dari celah dua gunung, cahayanya mentereng, panasnya tak hingga. Betapa kemarau, dan hutan bisa saja menghilang. Candy sudah sarapan mengisi perut full tank. Hari ini Maknya masih terpejam, mungkin kelelahan mencuci kemarin.
 Candy memandang Mak yang terpulas di bale, dia merasa bersalah mengerjai Mak kemarin, sehingga jemuran tak sempat kering hingga berbau sangit. Tapi cinta memerlukan pengorbanan. Maafkan Candy ya, Mak? Tutur hatinya berpamit diri.
Tak lama dia sudah di puncak lembah, tangannya menggapai-gapai untuk membungkus awan namun semua menghindar. Candy memutar kantung awan kosong tanpa terlihta awan merespon. Awan-awan menghilang, seperti ditarik dari langit. Candy melihat biru langit begitu jelas, selebihnya tidak ada apa-apa, dia tidak bisa memindainya apalagi menangkapnya seperti awan. Langit itu seperti tersegel, tidak ada yang bisa memberitakan. Candy memandang ke bawah lalu memandang ke langit.
Apakah dunia yang terlihat ini hanyalah potret dari yang tidak terlihat? Candy melenguh sambil menyimpan kantung awannya. Dia mau pulang dan tak hendak lagi menangkap awan untuk membuat hujan. Â Candy memutar badan dan bergegas pulang sejauh sebelum jatuhnya hari.
Mak! Aku pulang ! dia berteriak tepat di muka pintu rumahnya. Kali ini tak ada suara Maknya yang menyambutnya kecuali sepi.
Maaakk..! Candy berteriak panjang namun sunyi. Ibu tetangga menghampiri perempuan belia itu lalu memeluknya, karena dia sudah berusaha lama memberitahukan Candy bahwa Emak sudah silam pulang ke langit biru.
Candy menangis seperti hujan yang dicurahkan dari kantung awannya, padahal langit tidak berawan. Hanya biru. Â Dia teringat Emaknya, katanya surga tidak pernah menyimpan memori seperti awan, begitu rahasia. Seperti langit yang ditemuinya. Biru dan tersegel rapat.