Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Penyapu Daun

21 Mei 2021   23:42 Diperbarui: 21 Mei 2021   23:59 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Enrique Meseguer dari Pixabay

Aku menatap ke tanah, yang sebahagian kecil bumi telah bening tak berdaun kering coklat. Aku merasakan demikian nyaman untuk membiarkan bagaimana daun-daun ini pergi lewat sapuannya. Hijau melajukan dedaunan yang telah selesai ini dengan rasa kewajibannya.

Daun akan terus jatuh berulang, Hijau. Apakah yang kau dapatkan denganpekerjaan ini? Aku bertanya lagi.
Tidak ada yang bisa aku gunakan. Tetapi tanaman adalah tanaman. Sama halanya dengan panen, apakah panen harus berhenti? Dia menjawabku sambil menatap jauh, seakan menyiratkan, dia adalah sebagian kecil dari fungsi alam yang mesti berputar.

Dan segera saja aku mengaguminya. Betapa sederhananya. Mengumpulkan daun-daun yang gugur, menyatukannya dan membongkarnya untuk merelakannya kepada keputusan akhir. Setiap hari, berulang kali dengan bunyi lagu gemerisik yang sama.

Aku pikir aku jatuh cinta kepadanya ketika pekerjaan seharinya ini rampung dan bagai biasanya dia merapikan segala peralatan untuk kembali menyapukan daun untuk porsi esok hari.

Kau akan pulang? Aku bertanya seakan menahannya. Dia menatapku dengan pandangan lembutnya sembari menganggukkan kepalanya.
Jangan kuatir Bayu. Aku akan menanganinya sebaik hari ini dan hari kemarin. Sahutnya sambil memegang tanganku seakan dia menmahami. Aku tak menjawabnya tapi mengiyakannya berlalu, yang menyelesaikan hari untuk kembali keesokan hari. Hanya menatapnya menjauh dipeluk senja.

Sepeninggalnya, aku sendiri, masih merasakan sentuhan halus jemarinya. Tapi apakah mungkin dia merasakan balasan sentuhan yang kering di tanganku? Tiba-tiba aku pun harus menyadari bahwa sudah waktuku berubah warna menjadi coklat kekusaman, disamping itu wajahku pun mulai tampak mengering, terlebih tubuhku kurasakan semakin ringan. Bahkan aku merasakan angin bisa menerbangkan tubuhku dengan mudah. Aku pikir aku sudah harus pasrah sekarang.

Namun yang lebih melegakan adalah, aku sudah siap menjatuhkan diriku sepenuhnya kedalam sapuan lembut perempuan itu esok hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun