Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Tukang Kayu

21 Agustus 2019   23:15 Diperbarui: 22 Agustus 2019   20:10 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tukang kayu. (sumber: sheffieldflourish.co.uk)

Jono Tua memandang lepas meja kayu terakhirnya perlahan naik ke atas kendaraan pengangkut, seakan mengucap salam berat perpisahan. Sang pembicara segera membayar harga yang sudah disepakati lalu mereka bersalaman. 

Dalam keinginan tahu yang mengiris, Jono Tua memaksakan bertanya. "Untuk keperluan apakah meja ini gerangan tuan tuan?"

Paras wibawa sang pembicara memandangnya lancip, "Meja perjamuan terakhir" katanya. Lalu mereka hening berlalu.

Hari pun menjelang padam, mentari tertarik ke barat tanpa daya pamit menyinarkan peraknya, semakin menua ke cakrawala ungu. Jono Tua menutup jendela kayu tuanya, untuk bekal udara sampai menyambut esok fajar. Selesai pula hari, sekaligus sebagai penghujung papan di denyut kehidupan Jono Tua, dia rela melepas kesejatian seorang tukang kayu dibatas kefanaan.

Hari hari pun berlalu menghujamnya deras, Jono Tua berlimpah hening. Jemari tuanya dihabiskan hanya untuk membuat gambar sederhana bentuk bentuk perangkat dari kayu untuk dibukukan, bak panduan praktis bertukang kayu. Siapa tau berguna kelak untuk petukang muda.

Hingga di subuh Jumat ketiga, pintunya diketuk orang orang yang sama sekali tak pernah dikenalnya. Mereka begitu rusuh dan memaksanya untuk menyerahkan satu pasang gelondong kayu kasar yang berat dan padat yang memang beberapa tergeletak di sisi rumah. 

Jono Tua yang tua menyerah, membiarkan meraka menyeret kayu besar itu keluar pekarangan rumahnya.

Dilingkup rabun fajar berkabut, Jono Tua menyapa mereka sebelum menghilang.

"Tuan tuan, untuk keperluan apakah kayu berbalok ini gerangan?"

"Salib!" jawab mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun