Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

18 Tahun Gadis ini Lumpuh, Bisu, dan Buta

8 April 2019   16:23 Diperbarui: 8 April 2019   17:10 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat yang layak harusnya di Rumkit nak (foto: dok pri)

Bamset dengan para relawan Kota Salatiga (foto: dok pri)
Bamset dengan para relawan Kota Salatiga (foto: dok pri)

Pihak Terkait Abai

Hingga 30 menit berada di kamar Lutfiana, akhirnya Bamset berupaya menggali siapa sebenarnya gadis sarat nestapa itu. Beruntung, tantenya yang lain, bernama Rohyati (35) muncul di teras rumah, sehingga bisa diajak berbincang. Rohyati adalah adik kandung ibu Lutfiana yang kebetulan tinggal hanya berjarak sekitar 10 an meter.

Berdasarkan penuturan Rohyati, Lutfiana merupakan buah perkawinan Asmanah dengan laki- laki bernama Mustari (50). Sebelum dinikahi oleh Mustari, Asmanah adalah janda beranak satu yang diberi nama Riwayanto (30). Paska pernikahan yang kedua, lahir Ersa Amrullah (23) dan Lutfiana. " Setelah lahir Lutfiana, saya tidak tahu apa penyebabnya mereka bercerai," ungkap Rohyati.

Rohyati tante Lutfi yang biasa membantu anak malang tersebut (foto: dok pri)
Rohyati tante Lutfi yang biasa membantu anak malang tersebut (foto: dok pri)

Lutfiana sendiri lahir prematur (usia kandungan belum mencapai 7 bulan), di mana di usia sekitar 1 tahun, ia dibawa pulang ibunya ke Dusun Pondan Sari. Sehari hari Asmanah berdagang sayuran keliling sembari merawat putrinya. Sedangkan Ersa Amrulah yang tumbuh normal, mampu bekerja serabutan. " Sejak kecil, kondisi Lutfiana ya seperti itu," jelas Rohyati.

Hingga awal tahun 2018, Asmanah yang menjanda dinikahi oleh Suyadi (53) warga dusun setempat. Sayang, belum genap setahun menikah, Asmanah jatuh sakit. Sempat menjalani perawatan sekitar 1 minggu, akhirnya ia meninggal dunia sehingga Lutfiana berstatus sebagai anak piatu. " Setelah ibunya meninggal, yang merawat Lutfiana ya kakak kandungnya dan bapak tirinya. Terkadang kami- kami ini juga ikut mengawasi," tutur Rohyati.

Menurut Rohyati, karena sang kakak sudah berkeluarga dan kerjanya hanya serabutan, otomatis perawatan terhadap Lutfiana tetap kurang maksimal.  Maklum, segala sesuatunya memiliki keterbatasan. Apa yang disampaikan Rohyati memang benar adanya, ketika relawan datang, ternyata tidak menemukan makanan apa pun. " Untungnya kami membawa biskuit," jelas Bamset.

Tempat yang layak harusnya di Rumkit nak (foto: dok pri)
Tempat yang layak harusnya di Rumkit nak (foto: dok pri)

Yang membuat relawan semakin bersedih, mengutip keterangan Rohyati, ternyata pihak- pihak terkait seperti abai dengan penderitaan anak ini. Jangankan kartu BPJS, bahkan PKH saja Lutfiana tak mendapatkannya. Padahal, bila melihat kondisinya, Lutfiana jelas- jelas termasuk katagori penderita gizi buruk. " Seperti ada pembiaran terhadap anak ini," ungkap Bamset.

Sepertinya, lanjut Bamset, Lutfiana benar- benar menjadi anak tiri di negeri sendiri. PKH yg selama ini sangat diandalkan untuk menolong kaum duafa pun, bagi Lutfiana merupakan "barang" mewah yang tak mampu dijangkaunya. Bahkan, informasi yang didapatnya, Sekretris Desa setempat paska meninggalnya Asmanah, pernah mendatangi Lutfiana dan memberikan uang sebesar Rp 100.000. " Lumayan itu, bisa buat beli Pampers," kata Bamset seraya tersenyum getir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun