Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

18 Tahun Gadis ini Lumpuh, Bisu, dan Buta

8 April 2019   16:23 Diperbarui: 8 April 2019   17:10 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lutfi sayang, Lutfi yang malang (foto: dok pri)

Lutfiana (18) warga Dusun Pondan Sari RT 1 RW 1, Bergas Lor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang mengalami nestapa berkepanjangan. Sejak lahir hingga sekarang ia lumpuh, bisu dan buta tanpa mendapat penanganan sebagaimana mestinya. Seperti apa penderitaannya ? Berikut penelusurannya, Senin (8/4) siang.

Keberadaan Lutfiana yang baru saja kehilangan ibu kandungnya bernama Asmanah (50) akibat didera penyakit ini, dideteksi oleh Relawan Lintas Komunitas Kota Salatiga. Karena menaruh empati, akhirnya Minggu (7/4) siang, pas ada kegiatan berbagi sembako bagi 60 duafa, akhirnya Bambang Setyawan biasa disapa Bamset selaku penanggungjawab komunitas sosial tersebut segera mendatangi rumah Lutfiana.

Tak sulit menemukan rumah yang ditinggali Lutfiana, berulangkali pintu rumah diketuk, ternyata tak ada orang yang membukakan. Baru setelah menunggu sekitar 10 menit, datang seorang perempuan berumur 40 an tahun yang mengaku sebagai kerabatnya. Duh..., berarti Lutfiana sendirian tinggal di rumah permanen itu.

Kondisi Lutfi saat dikunjungi relawan (foto: dok pri)
Kondisi Lutfi saat dikunjungi relawan (foto: dok pri)

Untuk memasuki kamar Lutfiana yang terletak di bagian belakang, para relawan harus menunggu hampir 15 menit. Pasalnya, ternyata Pampers yang dipakai gadis itu perlu diganti karena sudah penuh dengan kotoran plus air kencing. " Monggo, kalau mau menengok Lutfi," kata perempuan bernama Atik (40) seusai mengganti Pampers.


Kamar Lutfiana terlihat kecil, hanya berukuran 2 X 1,5 meter dengan lampu penerangan yang redup, tanpa jendela sehingga terkesan pengap. Ia tidur di lantai beralaskan kasur kapuk yang pastinya sudah cukup lama dipakai. Begitu memasuki kamar, aroma pesing langsung menyergap hidung.

Saat salah satu relawan perempuan mendekatinya, spontan tangan Lutfiana menyambar dan menggenggam tangan relawan bernama Nani Ariyani. Sepertinya, Lutfiana, kendati tak mampu bicara serta melihat, ia sangat merindukan kehadiran sosok ibu. " Ibunya baru saja meninggal bulan Maret kemarin, " jelas Atik.

Untung kami membawa biskuit untuk Lutfi (foto: dok pri)
Untung kami membawa biskuit untuk Lutfi (foto: dok pri)

Kondisi Lutfiana sendiri, duh...teramat sangat menyedihkan. Gadis yang harusnya tengah mekar tersebut, kehilangan segalanya. Tubuhnya kurus, mungkin beratnya dibawah 20 kilogram. Meski kelopak matanya terbuka, namun tidak mampu bereaksi atas segala gerakan di depannya. Ia hanya mampu terbaring, memiringkan tubuhnya sendiri pun, tiada kemampuan.

Siapa pun yang punya hati, pasti bakal merasakan kepedihan melihat sosok Lutfiana ini. Bagaimana tidak, jangankan melakukan sesuatu yang membutuhkan kekuatan otot, untuk makan dan minum saja harus disuapi orang lain. Gadis itu lebih mirip bayi usia 1 bulanan. " Ya memang seperti ini kondisinya," ungkap Atik.

Bamset dengan para relawan Kota Salatiga (foto: dok pri)
Bamset dengan para relawan Kota Salatiga (foto: dok pri)

Pihak Terkait Abai

Hingga 30 menit berada di kamar Lutfiana, akhirnya Bamset berupaya menggali siapa sebenarnya gadis sarat nestapa itu. Beruntung, tantenya yang lain, bernama Rohyati (35) muncul di teras rumah, sehingga bisa diajak berbincang. Rohyati adalah adik kandung ibu Lutfiana yang kebetulan tinggal hanya berjarak sekitar 10 an meter.

Berdasarkan penuturan Rohyati, Lutfiana merupakan buah perkawinan Asmanah dengan laki- laki bernama Mustari (50). Sebelum dinikahi oleh Mustari, Asmanah adalah janda beranak satu yang diberi nama Riwayanto (30). Paska pernikahan yang kedua, lahir Ersa Amrullah (23) dan Lutfiana. " Setelah lahir Lutfiana, saya tidak tahu apa penyebabnya mereka bercerai," ungkap Rohyati.

Rohyati tante Lutfi yang biasa membantu anak malang tersebut (foto: dok pri)
Rohyati tante Lutfi yang biasa membantu anak malang tersebut (foto: dok pri)

Lutfiana sendiri lahir prematur (usia kandungan belum mencapai 7 bulan), di mana di usia sekitar 1 tahun, ia dibawa pulang ibunya ke Dusun Pondan Sari. Sehari hari Asmanah berdagang sayuran keliling sembari merawat putrinya. Sedangkan Ersa Amrulah yang tumbuh normal, mampu bekerja serabutan. " Sejak kecil, kondisi Lutfiana ya seperti itu," jelas Rohyati.

Hingga awal tahun 2018, Asmanah yang menjanda dinikahi oleh Suyadi (53) warga dusun setempat. Sayang, belum genap setahun menikah, Asmanah jatuh sakit. Sempat menjalani perawatan sekitar 1 minggu, akhirnya ia meninggal dunia sehingga Lutfiana berstatus sebagai anak piatu. " Setelah ibunya meninggal, yang merawat Lutfiana ya kakak kandungnya dan bapak tirinya. Terkadang kami- kami ini juga ikut mengawasi," tutur Rohyati.

Menurut Rohyati, karena sang kakak sudah berkeluarga dan kerjanya hanya serabutan, otomatis perawatan terhadap Lutfiana tetap kurang maksimal.  Maklum, segala sesuatunya memiliki keterbatasan. Apa yang disampaikan Rohyati memang benar adanya, ketika relawan datang, ternyata tidak menemukan makanan apa pun. " Untungnya kami membawa biskuit," jelas Bamset.

Tempat yang layak harusnya di Rumkit nak (foto: dok pri)
Tempat yang layak harusnya di Rumkit nak (foto: dok pri)

Yang membuat relawan semakin bersedih, mengutip keterangan Rohyati, ternyata pihak- pihak terkait seperti abai dengan penderitaan anak ini. Jangankan kartu BPJS, bahkan PKH saja Lutfiana tak mendapatkannya. Padahal, bila melihat kondisinya, Lutfiana jelas- jelas termasuk katagori penderita gizi buruk. " Seperti ada pembiaran terhadap anak ini," ungkap Bamset.

Sepertinya, lanjut Bamset, Lutfiana benar- benar menjadi anak tiri di negeri sendiri. PKH yg selama ini sangat diandalkan untuk menolong kaum duafa pun, bagi Lutfiana merupakan "barang" mewah yang tak mampu dijangkaunya. Bahkan, informasi yang didapatnya, Sekretris Desa setempat paska meninggalnya Asmanah, pernah mendatangi Lutfiana dan memberikan uang sebesar Rp 100.000. " Lumayan itu, bisa buat beli Pampers," kata Bamset seraya tersenyum getir.

Terkait erat dengan keberadaan Lutfiana yang mengalami penderitaan sangat lengkap ini, Bamset mengaku belum bisa menemukan solusi yang tepat untuk menanganinya. Hanya pihaknya sangat berharap agar pihak- pihak berkompeten mau mengevekuasinya agar Lutfiana mendapatkan penanganan medis serta terjamin gizinya. Sebab, tak mungkin anak tersebut dibiarkan berlama- lama dalam kondisi kesehatan yang buruk, kesunyian serta kegelapan secara permanen. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun