Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepenggal Catatan Natal di Kota Paling Toleran

6 Januari 2017   16:25 Diperbarui: 6 Januari 2017   16:48 2875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ribuan umat Nasrani di depan Masjid Raya (foto: dok Bamset)

Kendati sudah lewat, namun perayaan Natal 2016 di kota Salatiga yang dinobatkan oleh Setara Institute sebagai kota paling toleran di pulau Jawa masih menarik untuk disimak. Di mana, dalam hajatan tahunan yang melibatkan puluhan ribu umat Nasrani tersebut, berlangsung sangat damai. Berikut sepenggal catatannya.

Seperti pada tahun- tahun sebelumnya, tanggal 25 Desember 2016, puluhan ribu umat Nasrani yang tergabung dalam 76 gereja secara rutin menggelar kebaktian Natal bersama di lapangan Pancasila, Kota Salatiga. Dikendalikan Badan Kerjasama Gereja Salatiga (BKGS), seluruh prosesi berlangsung mulus tanpa gangguan apa pun.

Lapangan terbuka yang mampu menampung sekitar 10.000 orang, sejak pk 03.00 sudah mulai dipadati umat. Meski situasi nasional tengah dirundung kewaspadaan tinggi akibat ulah teroris, namun, di kota Salatiga tidak nampak pengamanan yang berlebihan. Selain aparat gabungan, terlihat beberapa personil ormas Islam yang ikut berjaga. Suasananya sangat cair.

Seperti galibnya kebaktian- kebaktian Natal sebelumnya, sejak pk 03.00  umat berdatangan ke lapangan Pancasila. Sembari menyalakan lilin, mereka duduk lesehan di atas rumput. Berbagai lagu rohani terdengar melalui pengeras suara yang memakan ribuan watt. Hingga akhirnya, Romo Agt Parso Subroto, MSF memulai ritual.

Dalam khotbahnya, ia menekankan pentingnya toleransi dan kerukunan beragama. Pasalnya, kota Salatiga bulan Febuari mendatang bakal menggelar Pilkada, sehingga umat dimintanya menjaga kebersamaan serta situasi kondusif yang selama ini telah terjalin dengan baik. “ Kita semua berharap Pilkada Salatiga berlangsung aman,” ungkapnya.

Dalam kebaktian Natal yang dihadiri jajaran Forkominda Kota Salatiga ini, praktis tak terlihat adanya sekat perbedaan dalam memberikan dukungan di Pilkada. Begitu pun puluhan ribu umat Nasrani yang mengikuti prosesi, meski mereka memiliki pilihan tersendiri, namun, sengaja tidak ditonjolkan. Sepertinya, kedewasaan berpolitik sudah meresap ke dalam benak masing- masing.

Ribuan umat Nasrani di depan Masjid Raya (foto: dok Bamset)
Ribuan umat Nasrani di depan Masjid Raya (foto: dok Bamset)
Berlangsung di depan Masjid Raya

Ada sisi unik dalam perayaan Natal bersama ini, yakni, lokasi tempat berlangsungnya kebaktian tepat berada di depan Masjid Raya Darul Amal. Bahkan, dalam pengambilan gambar pohon cemara raksasa yang menjadi simbol Natal, terlihat jelas kubah Masjid. Karena berlangsung di pagi hari, lantas, bagaimana dengan jalannya sholat Subuh ?

Inilah uniknya, ketika musik yang mengiringi lagu- lagu rohani berdentam, mendadak langsung dihentikan saat Masjid Raya akan mengumandangkan azan Subuh. Panitia Natal bersama segera menghentikan segala aktifitasnya, menunggu umat Muslim melaksanakan sholat Subuh selesai. Selanjutnya, kebaktian dilanjutkan setelah ibadah sholat Subuh tuntas. Luar biasa !

Sekedar catatan, populasi penduduk kota Salatiga yang berjumlah hampir 200.000 jiwa, warga yang beragama Islam mencapai 75 persen. Sisanya terdiri atas Nasrani, Buda, Hindu dan Konghucu. Perihal kebaktian Natal bersama yang digelar secara terbuka sendiri, sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970 an. Berpuluh tahun ritual tersebut berlangsung dengan damai, eloknya, lapangan yang sama juga dimanfaatkan umat Muslim untuk melaksanakan sholat Idhul Fitri serta Idhul Adha.

Itulah sedikit catatan tentang kebaktian Natal bersama di kota paling toleran, yakni Salatiga. Terlepas suka dan tidak suka, virus toleransi yang tumbuh sejak berpuluh tahun lalu, harusnya mampu menular ke daerah lain. Sebab, benturan antar agama, hanya akan membuat rakyat sengsara. Agama bukan untuk diributkan, tapi, agama harus dijadikan pegangan hidup dan dijalankan perintahnya tanpa perlu memaksa pihak lain mengikutinya.

Kota Salatiga memang beda, bila boleh mengutip salah satu lagunya KLA Project yang lagendaris, demikian syairnya :

Pulang ke kotamu

Ada setangkup haru dalam rindu

Masih seperti dulu

Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna

Terhanyut aku akan nostalgi

Saat kita sering luangkan waktu

Nikmati bersama

Suasana Salatiga

Di persimpangan langkahku terhenti

Ramai kaki lima

Menjajakan sajian khas berselera

Orang duduk bersila

Musisi jalanan mulai beraksi

Seiring laraku kehilanganmu

Merintih sendiri

Ditelan deru kotamu ... (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun