Film dokumenter tentang siswa yang belajar membuat "tamago" di Jepang mengingatkan pada proses pencapaian keberhasilan yang tidak instan. Belajar membuat telur dadar tipis yang manis memerlukan totalitas penghayatan. Koki magang tersebut dinyatakan lulus, bukan ditentukan oleh faktor kognisinya semata.
Filsafat membuat "tamago" juga berlaku dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Bersamadi di zaman now memerlukan pula pengunyahan hakikat lebih lama. Tidak hanya lheb, asal telan.Â
Berguru kepada alam pun begitu. Filsafat "memayu hayuning bawana" pasti punya mau.
Keseimbangan alam wajib diutamakan. Memayu, merupakan totalitas upaya mencapai kondisi rahayu atau keharmonisan berjangka panjang. Menjaga keseimbangan itu perlu, agar kita mampu merawat harkat kebermanfaatan itu dalam keseimbangan yang berjangka panjang.
Sejenak teringat pepatah lama. "Sesak alam tempat diam, tak berbumi tempat tegak". Beralamlah secara lapang, agar berwawasan jauh meluas, yang penuh dengan kesabaran.
Harmoni selalu bersifat alami. Istilah jadulnya : selaras, serasi, dan seimbang. Masyarakat harmonis tentu penuh contoh perilaku yang berkepantasan. Harmoni yang bersinergi dengan harkat, akan menentukan tinggi rendahnya martabat.