Ia takut sekali kalau dirinya akan dibawa juga ke rumah sakit. Karena baru kemarin siang, ia bertemu dengan Wangga di sebuah toko buku. Lalu diteruskan dengan minum es krim dan makan kudapan berdua di kafe sebelah toko buku tersebut. Setengah jam lebih mereka ngobrol berdua di sana.
"Jangan-jangan aku pun sudah terpapar corona dari Wangga? Mami, aku tak mau mati!" lengkingnya lepas merobek keheningan malam. Untung kamarnya kedap suara.
Akibatnya sepanjang malam, bahkan sampai subuh, ia tak bisa memejamkan matanya kembali. Gadis remaja ayu itu menjadi begitu kuyu tersiksa oleh ketakutannya sendiri.
***
Siang harinya, masyarakat di lingkungan RT-nya digemparkan oleh tersiarnya fakta duka. Seorang nenek tetangga dekatnya, yang berumur 80 tahun lebih, dilarikan ke rumah sakit. Tapi belum sampai sejam di sana, nenek sepuh itu sudah menghembuskan nafas terakhirnya.
Tak lama setelahnya, menyusul dua keluarga (berjumlah 9 orang) di lingkungan itu juga, harus dievakuasi ke rumah sakit. Berdasarkan hasil rapid test dan swab tempo hari, mereka semuanya dipastikan positif covid-19.
"Ngapain kamu menyusul ke sini, Yati?" tanya maminya heran, sesampainya ia di toko roti maminya.
"Aku takut Mi! Gak mau di rumah sendirian. Yati ogah mati, Mi...!" jawabnya seraya menangis gemetaran. Lalu  menghambur ke pelukan maminya.
"Apa yang sedang terjadi, sayangku?"
Setelah dijelaskan, segeralah diambil keputusan menutup tokonya lebih awal. Mereka akan bersiap-siap mengungsi sementara ke rumah eyangnya. Karena rumah eyangnya yang terletak di pinggiran kota itu cukup besar. Pertimbangannya, lingkungan RT tempat tinggalnya, kini dianggap telah menjadi zona hitam. Sedangkan rumah eyangnya masih zona hijau.
***