Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Naomi dan Ketidaklaziman Cintanya

12 Januari 2019   07:46 Diperbarui: 12 Januari 2019   07:58 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kebohongan memang bisa memberimu keuntungan sesaat. Tetapi setelah itu, kebohongan akan memasung dan mengancam hidupmu. Kemudian akan merontokkan kredibilitasmu untuk waktu yang lama. 

Sebaliknya, kejujuranmu meski bisa menyakitimu sesaat, selanjutnya ia bisa memerdekakanmu dan meninggikanmu untuk waktu yang lama.

Nasehat bijak tersebut, didapatkan Naomi dari Pak Teguh Raharjo (guru agama Kristen SMA-nya). Meski sudah lama, tetapi substansi petuah tersebut masih terus tertancap dalam jiwanya. Bahkan sangat mempengaruhi arah hidup Naomi selanjutnya.

Sepeninggal kedua orang tuanya, praktis ia putus kuliah. Adik perempuannya satu-satunya diadopsi oleh tantenya. Sedang ia sendiri, supaya tetap survive, terpaksa harus menjadi seorang pembantu rumah tangga.

"Kamu itu sombong dan sok sekali, Mi!" Majikan puterinya memarahinya, ketika belum genap sebulan masa pengabdiannya.

"Maaf, Nyonya saya bukannya sombong, tetapi tidak bisa....."

"Sangat bisa, jika kau mau! Orang disuruh ngomong begitu saja kok enggak bisa...!"

"Untuk mengerjakan semua tugas saya,... saya bisa dan mau. Tetapi kalau untuk berbohong, maaf sekali Nyonya, saya tak sanggup dan tak mau......"

"Terus maumu itu apa? Tahu diri dong! Kamu itu hanya pembantu. Dan pembantu kudu mau melaksanakan segala perintah majikan!"

"Kalau begitu, sekarang juga saya mundur saja, Nyonya. Maafkan saya!"

Dialog dan jawaban seperti itu, meski dalam kasus, konteks dan dengan diksi yang berbeda-beda, telah dialami Naomi sebanyak tiga kali. Setidaknya dalam kurun waktu lima tahun pengembaraannya sebagai PRT.

Dia sangat heran dengan orang-orang kaya, berpendidikan tinggi, berpredikat sebagai keluarga terhormat (semua mantan bosnya rata-rata sekaliber itu), tetapi penuh dengan dusta dengan segala kelicikannya.

Memang tidak setiap hari mereka begitu. Dalam kondisi normal, tampaknya mereka adalah pribadi-pribadi yang baik, berwibawa dan hampir tak pernah terlihat salah. Tetapi pada waktu tertentu, dan untuk kepentingan tertentu, tiba-tiba mereka bisa dengan sekejap berubah menjadi pembual-pembual atau pengecut-pengecut.

"Tapi mengapa hidup mereka kok tampaknya mujur-mujur saja, ya?" Tanya Naomi kepada dirinya sendiri. Ia sendiri tak bisa menjawabnya. Dan tak mau mencari jawaban pada siapapun. Biarlah waktu yang kelak akan menjawabnya.

            ***

Empat tahun belakangan, Naomi atau lengkapnya Naomi Brilianti sudah menjadi warga kota metropolitan. Tetapi profesinya masih tetap sebagai pembantu rumah tangga. Yang membedakan dari sebelumnya, sekarang ia mendapatkan majikan beserta keluarganya yang sangat baik.

Gajinya selalu diterimanya tepat waktu. Jatah makanan untuknya, sama juga dengan apa yang dimakan oleh keluarga majikannya. Meski merk-nya berbeda, tapi pengembaraannya sebagai PRT. tidur Naomi ber- air conditioner juga. Setelah semua tugas rutin diselesaikannya, ia pun bebas nonton teve besar di dapur.

Ia diijinkan juga mengambil kursus apapun yang sesuai dengan minatnya. Hasilnya dalam lima tahun pengabdiannya di keluarga Boaz, ia sudah menguasai tiga keterampilan: komputer, tata rias dan tata boga. Ketiga skill tersebut sudah pada level menengah. Tahun berikutnya ia akan mengambil kursus bahasa Inggris.

Dan yang paling membahagiakannya adalah sikap majikannya. Yang memandang pembantu bukan hanya sebagai alat atau budak saja, melainkan sebagai sesama manusia yang seharkat dan semartabat dengannya di hadapan Sang Pencipta.

                        ***

"Naomi,.......apakah kamu sudah punya pacar? Tanya Tinus (adiknya Ny. Boaz).

Lalu gadis itu menjawab, bahwa ia memang pernah punya pacar. Tapi semuanya akhirnya putus di tengah jalan. Semuanya Naomi sendiri yang memutuskannya. 

Alasannya, yang dua orang adalah pria iseng, yang sudah punya anak dan isteri. Yang lainnya karena   tidak seiman. Yang lainnya lagi karena perilakunya tidak jujur.

"Lalu kalau aku yang memacarimu, apa akan kamu tolak juga?"

"Akh.... Om Tinus ini ada-ada saja. Jangan bercanda dong, Om! Nanti saya bisa ge-er lho!"

Selama setengah tahun Tinus atau Martinus tinggal di rumah kakak perempuannya, ternyata diam-diam tapi seksama, sangat mengamati semua gerak-gerik dan penampilan Naomi.

Di matanya, gadis itu memang tidak tergolong gadis yang sangat cantik, tapi sangat menarik baginya. Gadis itu punya bentuk tubuh yang proporsional. Juga modis dan stylish. Apapun pakaian yang dikenakannya selalu pantas dan enak dipandang. 

Ngobrol dengannya pun, dengan topik apapun selalu nyambung. Tidak berlebihan jika Tinus menyebutnya sebagai gadis yang punya inner beauty dan attitude yang menawan. Sama sekali  tidak mengesankan sebagai seorang PRT.

"Dia itu termasuk gadis yang cerdas, lho! Buktinya semua kursus yang diikutinya selalu selesai tepat pada waktunya. Dan hasilnya pun sangat nyata. Dia makin terampil dan cekatan!" komentar Ny. Boaz saat keluarga itu sedang membicarakan Naomi di meja makan.

"Dari caranya dia berbicara, sangat kelihatan bahwa dia adalah seorang yang suka belajar. Apalagi sesudah ia ikut kursus Inggris nantinya." Sambung Rebeca (anak gadis Pak Boaz).

"Cuma nasib saja yang tampaknya belum berpihak kepadanya." Imbuh Natan.

"Tapi Papa yakin, suatu saat dia pasti akan bisa sukses membangun nasibnya!"

                            ***

"Aku punya rencana yang bagus untukmu, Mi. Sesudah kamu ikut kursus Inggris sampai level intermediate, aku akan menikahimu. Sesudah itu, tahun depan kamu bisa masuk kuliah." Tinus meyakinkannya di sebuah kafe di dekat pasar, selepas mereka belanja.

"Mohon Om Tinus jangan bicara dulu soal pernikahan. Kita masih harus banyak berpikir dan berdoa. Saya ini siapa, dan Om Tinus itu siapa? Bukankah saya gadis yatim piatu yang tak terpelajar, dan seorang babu lagi. Sudah tua lagi. Bukankah masih sangat banyak gadis cantik dari keluarga terpandang...." jari telunjuk Tinus dengan cepat menutup bibir Naomi agar tak meneruskan perkataannya.

Pembicaraan berikutnya adalah penegasan Tinus. Bahwa ia samasekali tidak mempersoalkan latar belakang keluarga dan pendidikan Naomi. Ia justru ingin membantu penuh Naomi agar bisa mencapai semua cita-citanya.

"Umurmu baru dua tujuh tapi sudah kamu sebut tua. Aku lebih tua lagi Mi, sudah tiga puluh empat tahun. Sebab itu, kita harus segera menikah! Kalau sekarang aku tampak seperti memaksamu, itu karena aku tidak main-main Naomi! Aku serius!"

Entah siapa yang memulai terlebih dahulu, tiba-tiba keduanya sudah saling berpelukan beberapa saat lamanya. Akibatnya, baju bagian dada Tinus basah oleh air mata bahagia Naomi.

Hari-hari selanjutnya adalah hari-hari penuh bunga di hati mereka berdua. Penuh harapan, penuh gairah dan penuh keindahan. Meski itu masih mereka lakukan secara sembunyi-sembunyi.

Tapi sayang seribu sayang, jalinan hati yang baru saja dirajutnya, harus hancur berpuing-puing karena dihamtam badai raksasa. Dan badai itu bernama -- ketidak-setujuan ibu Tinus -. Sebab ibunya ternyata sudah punya calon yang sudah dipersiapkan lama.

            ***

Setahun Berikutnya

Setelah sekitar satu dasawarsa tak pernah bertemu dan kerkomunikasi lagi dengan guru agama SMA-nya, secara mengejutkan tiba-tiba siang ini, Naomi berjumpa kembali dengan mantan guru yang sangat dikaguminya itu. 

Peristiwanya terjadi di depot makan miliknya di sebuah kawasan wisata ibukota. Siang itu, Pak Teguh Raharjo masuk depotnya untuk makan siang. Maka mengalirlah kebahagiaan di hati keduanya pada perjumpaan yang tak terduga itu.

Dulu, ketika ia masih menjadi muridnya, dalam sebuah tidurnya Naomi pernah bermimpi tiba-tiba menjadi istri pak gurunya itu. Meski waktu itu, ia hanya menganggapnya sebagai sebuah bunga tidur saja, tetapi mimpi itu tak pernah dilupakannya. Sekali-sekali mimpinya itu hadir kembali dalam alam sadar dan bawah sadarnya.

"Sudah berapa lama kamu tinggal di kota ini, Omi?"

"Baru sekitar enam setengah tahun, Pak! Tapi buka usaha warung makan ini, baru lima bulan ini. Dan jika Tuhan Yesus ijinkan, tahun depan akan buka griya kecantikan di sebelah ruko ini "

Sambil makan berdua, antara guru dan mantan muridnya itu kemudian terlibat dalam obrolan yang panjang. Yang pertama bercerita adalah Naomi. Secara kronologis, ia bercerita tentang perjalanan hidupnya. Dari selepas SMA-nya, sampai sebagaimana adanya ia sekarang.

"Kamu sekarang tampak lebih matang dan lebih cantik. Lebih pede dan lebih modern."

"Yang jelas saya makin menua, Bapak," candanya, " Sekarang ganti Pak Teguh yang bercerita. Saya akan simak baik-baik, seperti di sekolah dulu, Pak!"

Sang guru pun menceritakan perihal diri dan keluarganya secara urutan waktu juga. Yang paling mengagetkan Naomi, adalah tentang sudah wafatnya secara mendadak isteri Pak Teguh, akibat serangan jantung tiga tahun lalu. 

Dan sejak itu, sampai sekarang, gurunya itu tinggal berdua saja dengan Tabita (puteri semata wayangnya) yang masih duduk di bangku SMP. Beliau cerita juga tentang mantan murid-muridnya (terutama teman-teman sekelasnya Naomi), yang masih tinggal di kotanya.

"Maaf Bapak, kalau begitu Bapak sudah menjadi 'duren' dong?"

"Apa itu duren?"

"Duren itu akronim dari duda keren, Pak!" goda gadis itu.

"Dari dulu kan aku memang sudah keren?" balas sang guru tak mau kalah.

"Memang setelah jadi duda, Bapak jadi tambah keren. Masih muda lagi. Pakai brewok tipis lagi. Tampak semakin hehem.....deh!"

"Memangnya kenapa?"

"Saya jadi takut, Pak!" jawabnya mencuat begitu saja secara spontan.

"Kenapa takut?"

"Takut kalau patah hati..." jawabannya ini pun lahir begitu saja.

"Kenapa patah hati?"

"Patah hati jika cinta saya tak sampai....," setelah ucapkan itu, Naomi sendiri pun terberangus dalam keterkejutan yang ganjil. Mengapa sampai kujawab begitu, pikirnya.

"Bisa diperjelas..., Omi?"

"Maaf Pak! Sesungguhnya ini tidak lazim di budaya kita. Tapi karena saya ingin selalu berkata jujur, seperti yang dulu diajarkan oleh Bapak, maka sekarang saya harus bicara terus terang pada Bapak."

"Kelihatannya kok serius sekali.....apa itu Omi?"

"Jika Bapak berkenan,.......saya ingin sekali mendampingi Bapak dalam membimbing Tabita ke depan." Bergetar suara Naomi sambil tundukkan kepalanya.

"Bisa lebih kongkret lagi?" pinta Pak Teguh.

"Saya ingin mengisi posisi kosong yang sudah ditinggalkan oleh mendiang Tante."

".................." beberapa saat berikutnya kedua anak manusia itu hanya terpekur saja.

"Terima kasih atas pernyataanmu, Omi. Aku sangat mengagumi kejujuranmu. Tapi aku juga harus jujur kepadamu, bahwa aku belum bisa menjawabnya sekarang."

".................." Naomi cuma bisa mematung, tak kuasa bicara.

"Tapi jangan kuatir Omi, aku akan sungguh-sungguh pertimbangkan hasrat hatimu yang mulia itu."

".................." Naomi pun masih mengarca kelu.

"Dalam waktu dekat, aku akan memberikan jawabannya, Sayang!"

Naomi melihat ada sebongkah asa. Selebihnya masih samar dan abu-abu. Tapi yang penting dia telah bertindak sangat jujur. Dan itu sudah cukup membahagiakan dan memerdekakannya. Apa pun hasilnya nanti, ia serahkan penuh pada kehendak Bapa Surgawi-nya.

                  ==000==

Bambang Suwarno - Palangkaraya, 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun