Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Momok Itu Bernama Impotensi

11 Desember 2018   05:59 Diperbarui: 11 Desember 2018   06:05 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dik, jangan main ke situ, ada momok! Ketika aku masih kecil, larangan seperti itu kerap kuterima dari ibu dan kakakku. Sebenarnya tujuannya baik, demi melindungiku. Dan agar aku tak merepotkannya. Selalu menakuti-nakutiku dengan menyebut kata, momok. 

Alasannya, cara melarang seperti itu, cukup efektif. Tapi apa pun alasannya, jelas itu adalah sebuah pengibulan. Dan jika dikejar, mana momoknya dan bagaimana bentuk rupanya? Pasti jawabannya akan ngibul lagi. Dusta selalu memeperanakkan dusta.

"Tujuan yang baik harus dicapai dengan cara yang baik pula." Protesku ketika aku mulai menginjak remaja.

Sebab itu, ketika aku sudah punya dua orang anak, sama sekali aku tidak menerapkan cara-cara seperti itu dalam mendidik mereka. Aku tak mau mencatut nama momok, dan dicatut oleh  momok-momok. Aku tak mau menakut-nakuti, apalagi ditakut-takuti.

Tapi harus kuakui juga, bahwa dalam perjalanan hidupku selanjutnya, ternyata tidak pernah bisa benar-benar merdeka dari momok-momok. Mereka kerap datang tiba-tiba. Lalu menyergap dan mengintimidasi otak dan hatiku. Mereka bisa datang dalam berbagai rupa, khususnya ketika aku menghadapi berbagai hal penting dan menentukan.

"Mengapa loe kok lemes begitu?" Tanya Titik, teman kuliahku, sedasa warsa lalu.

"Ayahku baru saja terkena kebijakan rasionalisasi perusahaan. Sekarang nganggur. Aku sekarang cemas banget kalau-kalau kuliahku kandas...." Bayangan kandasnya kuliah itulah yang menjadi momok yang menghantuiku saat itu. Itu salah satu contohnya.

Lalu, saat aku kesulitan untuk mencari pekerjaan, ada momok lain yang menerorku.

Lantas, ketika para pemuda yang menaruh hati padaku, semuanya masih belum jelas masa depannya. Padahal saat itu aku sangat memimpikan seorang calon suami yang sudah terbukti sukses karirnya dan punya kemantapan finansial. Keraguan akan mendapatkan suami yang sudah mapan, telah menjadi momok yang memperundungku.

Dan setiap kekurangan, keterbatasan dan ketakberdayaan diri menghadapi berbagai realitas hidup yang tak sesuai harapan, selalu akan mengundang masuk momok-momok lainnya yang menyeringai dan siap menerkam.

                                                                        ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun