Agenda semacam juga diharapkan akan berdampak pada : 1. Pendidikan agar masyarakat dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang ada di sekitar lingkungan dirinya dengan mengacu pada kearifan budaya dalam perspektif pembangunan bangsa. 2. Keterlibatan masyarakat pada pembangunan secara partisipatif sebagai wujud dari akses control masyarakat (Akuntabilitas Publik) dan implementasi kebijakan pembangunan. 3. Peran nyata karya kebudayaan dalam fungsi sosial masyarakat. Ketika televisi mampu hadir menjadi fasilitator pembangunan, secara berkelanjutan.
Diharapkan masyarakat akan memberikan dukungan dalam bentuk moril maupun materiil. Masyarakat dalam hal ini selaku penyandang masalah atau aktor penerima manfaat, pastilah menjadi kontributor utama bagi negara dan televisi dalam melaksanakan fungsi perannya sebagai mediator pelayanan publik dalam menjalankan maruah misi sucinya (sacred  mission).Â
Lembaga Penyiaran Publik agaknya menjadi penting sebagai pembuka arah pandang (world view), bagaimana nilai-nilai keutamaan kehidupan dirumuskan dan dibangun secara seksama. Pun demikian, media menjadi sarana penetrasinya sesuai capaian yang diharapkan. Sebuah tayangan memang bukan semata hiburan sesaat jika ditilik dari sudut pandang kebudayaan (cultural studies). Dipastikan tontonan-tayangan media akan mampu menyelundupkan berbagai gagasan spirit-spiritual sampai ke ruang-ruang afeksi dan mendorong daya hidup penikmatnya.
Betapun sikap semacam membutuhkan energi komitmen dan siasat atau strategi Kebudayaan. Oleh karenanya LPP TVRI sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia yakni sebagai salah satu media informasi dan juga sebagai alat pemersatu bangsa. Jembatan penghubung antar berbagai kalangan, dan sebagai upaya mempertahankan jatidiri ranah penyiaran. Sebagai ruang simbolik kultural ditengah tren komersialisasi dan komodifikasi budaya.
Salah satu hal penting dalam pemajuan kebudayaan ialah pendokumentasian. Dalam hal ini, negara perlu memiliki visi yang jelas untuk tidak acuh terhadap peningkatan keahlian pekerja arsip televisi apalagi beserta mutu layanannya. Sikap terhadap kelalaian arsip televisi serta upaya konservasi materi sejarah televisi Indonesia menjadi bukti nyata yang tidak dapat dibantah.Â
Secara definitif arsip konstruksi budaya adalah faktor-faktor yang turut berperan dalam pembentukan suatu budaya mulai dari kebiasaan, cara berpikir, dan kondisi lingkungan. Konstruksi berlangsung melalui suatu proses sosial tindakan budaya.
Sebagaimana Kebudayaan adalah sarana manusia memformulasikan pikiran dan merumuskan ide gagasan. Untuk mewujudkan harapan peradaban kemanusiaan yang berkeadaban. Dari sanalah esensi-subtansi dasar dari fungsi media LPP TVRI dalam merancang kreatifitas programing acara-acaranya menjadi sebuah peristiwa komodifikasi kebudayaan yang mengedepankan Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) --Behavioral Change Communication-- yang berbasis pada pendekatan afeksi untuk mengerucutkan dampak-impact reflektif masyarakat sebagai arus keutamaan kemanusiaan, demokrasi, HAM dan kesetaraan pluralisme".
Sebagaimana dicirikan pelaku Lembaga Penyiaran Publik TVRI yang notabene sebagian besar merupakan ASN. Maka asas etika profesionalisme berdasarkan integritas Core Values yang telah ditetapkan BERAKHLAK: Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Menjalankan arah perubahan peradaban yang sudah teragendakan Reformasi Birokrasi.Â
Keniscayaan era disruptif tengah menciptakan budaya baru, Zaman Digitalisasi, yang akan menuntut semua lini untuk berpikir ulang. Ttlentang bagaimana jangka panjang (long term) dan berkelanjutan (sustainable) harus lebih dipersiapkan sejak hari ini. Perihal tersebut bukannya mudah? Perubahan tidak terjadi secara kebetulan. Perubahan hanya akan terjadi jika orang-orang yang tepat termotivasi untuk bertindak pada waktu yangtepat untuk berubaht. Tapi, bagaimana mungkin itu bisa terjadi?! ***
*) Tulisan serupa pernah dimuat jayakartanews.com