Saat sidang di Majapahit "Damarwulan" datang berkumpul dengan patih "Logender dan anak nya Seto, dan Kumitir, Anjasmoro;  terus Anjasmoro berantam sama bapak nya dan saudaranya  yang kemudian diberikan nasihat oleh Patih Mangunda tidak boleh begitu ini kan persedingan kraton; semuanya harus diam merepleksikan diri masing masing; Patih Mangunda menayatakan sebenarnya yang berhak  membunuh itu Damarwulan atau Seto, dan Kumitir,? Jawab Patih Logender iya anak saya;
Sekarang begini kata Patih Mangunda coba diadu dua anak ini  Seto, dan Kumitir melawan Damarwulan; artinya yang  memang anakmu yang kuat memangku mengelola keadian di Majapahit;  hasilya memang dua anak tadi kalah dan Damarwulan menang; karena Damarwulan memiiki Besi Kuning milik Minyak Jinggo;
Maka perginya Patih Logender dan anaknya Seto, dan Kumitir ke wilayah lain yang diperkirakan berada di wilayah Malaysia Kalimantan; sehingga Damarwulan menjadi raja atau dikenal dengan nama lain sebagai Prabu Brawijaya V terakhir atau Prabu Brawijaya V pindah agama  lain atau Asing; ; disusul dengan kedatangan 9 Sunan di era Majapahit; "Sabdo Palon" dan "Noyo Genggong  terus mempertanyakan mengapa ada bangsa semacam ini bisa datang ke sini;
Semenjak itulah muncul istilah "batu bisa mengapung" symbol pemimpin sejati atau manusia Jawani versus antinomy pada metafora "Yen wis tiba titiwancine kali- kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange, wong Jowo ilang tapane wong wadon ilang wirange" bentuk perubahan paradigm tatanan;
Berikut ini adalah Sedulur Papat Limo Pancer pada Kajian Filsafat Roh Jawa  dengan penjelasan sebagai berikut:
Kedua (2)
Bersambung.....