Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Benarkah Orang Miskin Pilih Reksadana, Orang Kaya Pilih Saham?

10 Oktober 2025   10:08 Diperbarui: 10 Oktober 2025   10:08 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: perplexity.ai/)

Cerita di warung kopi...

Saya punya sahabat yang sudah lama berinvestasi di reksadana. Kami duduk di warung kopi hari itu. 

"Bang, mau ikut reksadana?" 

"Apa itu?"

"Investasi kecil-kecilan di aplikasi bang,"

"Aman nggak?"

"Aman. Ada beberapa aplikasi yang sudah tersertifikasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," 

"Nggak dululah, pasti biayanya mahal!"
"Justru itu, reksadana itu dimulai dari nominal paling rendah?"

"Berapa paling rendah itu?" 

"Misalnya, hari ini ada duit Rp10.000, bisa langsung transfer ke tabungan reksadana, daripada minum kopi 2 kali, atau rokok 2 bungkus sehari, mending dibagi dua ke reksadana,"

"Menarik juga ya,"

"Jelas, orang sudah mulai berinvestasi di reksadana,"

"Tapi nggak bisa kayalah ya,"

"Bukan soal kaya atau nggak, Bang. Nama juga investasi, sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Bayangkan, beli kopi 2 cangkir sehari sudah Rp20.000, jika sekali saja dalam sebulan kita sudah punya Rp300.000 di tabungan reksadana," 

"Belum pemotongan ADM ya,"

"Nah, itulah menariknya reksadana, dana kecil, ADM nol besar,"

"Yakin itu?"

"Yakin sekali. Bahkan ada bonus yang dibagi bagi yang beruntung, bisa dapat handphone, uang tunai dan lain-lain tergantung promosi dari aplikasi tersebut," 

"Jaminan jangka panjang aman?"

"Terjamin, Bang," 

"Ah, tapi nggak bisa kaya karena cuma tabung doang," 

"Jangan pikir kaya saja Bang, investasi yang paling penting!" 

"Jadi kayak orang miskin kita kalau tabung di reksadana ya?" 

"Itulah yang salah persepsinya, Bang. Orang selalu lihat ke atas tanpa mau menoleh ke bawah. Reksadana justru membantu orang-orang seperti kita tanpa berisiko tinggi. Tabung sedikit lama-lama besar juga. Tanpa ada kerugian jika terjadi fluktuasi!"

Kami sama-sama menyeruput kopi manis...

"Beda dengan saham, Bang,"

"Apa bedanya? Dari dulu mau tahu cara main saham biar cepat kaya!" 

"Saham di bagian pertama dan jadi poin penting adalah risiko untung-rugi"

Saya mengerutkan kening. 

"Saya kasih contoh, Bang. Misalnya ada sebuah perusahaan buka saham seharga Rp500 perlembar. Kita tertarik sekali bukan untuk membelinya dalam jumlah banyak karena nominal yang sedikit,"

"Tentu,"

"Nah, itu dia masalahnya. Kalau kita telaah lagi, ada 2 kemungkinan perusahaan tersebut membuka harga murah. Pertama memang sedang 'diskon' sebelum dinaikkan harganya lagi, dengan demikian nilai jual beli saham perusahaan tersebut akan meningkat. Kedua karena 'bangkrut' jadinya mereka jual murah. Bisa jadi, beberapa menit kemudian sudah turun harga menjadi Rp100 perlembar, atau bisa Rp0 perlembar jika lembar-lembar saham mereka sudah habis,"

"Kita dapat apa?"

"Ya nggak dapat apa-apa. Perusahaan tersebut jual murah untuk menutupi kerugian, sementara kita nggak bisa menjual lagi saham-saham tersebut, bahkan nahasnya bisa tidak tersedia lagi di bursa saham karena sudah 'bangkrut' itu  tadi,"

"Gagal dong jadi kaya!"

"Maka itu, kalau mau main saham harus punya ilmu dan trik. Orang-orang main saham sadar betul akan risiko, mereka main saham bukan dari tabungan utama keluarga. Mereka pakai dari tabungan lain agar rumah tangga mereka aman-aman saja. Saham itu risikonya besar sekali. Dalam sehari bisa naik turun kayak tangga harganya," 

"Oh, pantas. Kemarin ada kawan yang sampai depresi kehilangan Rp30 juta dari saham,"

"Itu karena asal beli dan tidak bertanya, atau ditipu agen saham,"

"Ada agen juga?"

"Adalah. Mereka itu kayak poin tadi. Ada perusahaan yang hampir bangkrut, kemudian mereka carai agen untuk menjual saham-saham itu. Masuklah mereka ke grup-grup pembeli saham. Orang awam akan tergiur, orang profesional tentu saja tidak mau. Kawan itu berarti setengah profesional sampai tergiur dan kehilangan uang segitu banyak. Soalnya, orang main saham itu nggak beli di satu perusahaan saja, beli di banyak. 10 lembar di sini, 15 lembar di sana, dan seterusnya. Nah, dari sini nanti akan kelihatan mana yang untung dan buntung!" 

"Pilih mana ya kira-kira?"

"Keduanya ada keunggulan dan kekurangan,"

"Tinggal?"

"Kita pasang strategi yang tepat untuk kaya raya itu tadi!"

"Ya sudah. Ayo kita mulai!"

Dan, sampai hari ini saya belum memulai satupun. 

Semua menjadi cerita warung kopi yang manis!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun