Mohon tunggu...
BAIQ NAZLA SAFA KAMILA
BAIQ NAZLA SAFA KAMILA Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis baru

Penulis pemula

Selanjutnya

Tutup

Politik

Karya Tulis Populer "Selain Demo, Mahasiswa Bisa Apa?"

16 Desember 2020   14:12 Diperbarui: 16 Desember 2020   14:16 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Undang-undang Cipta Kerja akhirnya disetujui dan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI, pada 5 Oktober 2020 lalu.

RUU Cipta Kerja adalah bagian dari Omnibus Law. Dalam Omnibus Law, terdapat tiga RUU yang siap diundangkan, antara lain: RUU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Menurut Audrey O Brien (2009), omnibus law adalah suatu rancangan undang-undang (bill) yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang.

Dalam RUU Cipta Kerja ada 11 klaster yang dibahas, mulai dari Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan Berusaha, Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Kemudahan Investasi dan Proyek Pemerintah, serta Kawasan Ekonomi Khusus. Klaster ketenagakerjaan dinilai memiliki banyak pasal kontroversial dan diprotes keras oleh para buruh. Klaster ini banyak merevisi pasal-pasal yang ada pada UU no 13 tahun 2003 yang selama ini mengatur soal ketenagakerjaan di Indonesia.

Berbagai elemen masyarakat mulai dari mahasiswa, kaum buruh, dan lainnya menolak pengesahan undang-undang ini dikarenakan pasal pasal yang kontroversial terkait ketenagakerjaan. Dilansir BBC (6/10) pasal pasal tersebut akan memudahkan izin kerja tenaga asing (pasal 42 ayat 1), jam lembur lebih lama (pasal 78), pengurangan waktu isitirahat (pasal 79 ayat 2), penghapusan Upah Minimum Kabupaten (UMK) (pasal 88C), skema pesangon lebih kecil (Pasal 156). Selain ketenagakerjaan, RUU Cipta Kerja dinilai melemahkan aturan perlindungan lingkungan hidup. Hal ini diperkuat Greenpeace (3/9) yang memberikan tanggapan bahwa gagasan utama RUU ini ialah untuk "mempercepat proses perizinan demi mendukung investasi dan pengembangan dengan cara menyederhanakan peraturan perizinan dan menghilangkan hambatan yang ada dalam proses perizinan". Dari gagasan tersebut, pihaknya mengambil kesimpulan bahwa tujuannya tak lain adalah memfasilitasi investasi sambil mengabaikan isu lingkungan.

Rasa kecewa tidak hanya dirasakan oleh kalangan buruh tapi hampir seluruh masyarakat. Setiap lapisan masyarakat mempunyai peran tersendiri dalam pembangunan dan pergerakan bangsa dan negara, khususnya mahasiswa. Mahasiswa merupakan salah satu lapisan masyarakat yang memiliki peran penting dalam hal tersebut. Sebagai "penyambung lidah rakyat", mahasiswa identik dengan sikap kritis pada berbagai persoalan terutama kondisi kesejahteraan masyarakat. Sikap kritis dan respons mahasiswa bisa timbul dari keresahan masyarakat dalam kebijakan yang diusulkan oleh pemerintah.

Berkaca dari peristiwa RUU KPK sampai pengesahan RUU Omnibus Law dan berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai menyimpang, mahasiswa selalu menjadi garda terdepan dalam berdemonstrasi menyuarakan aspirasinya agar pemerintah benar-benar mensejahterakan rakyat. Sampai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ibu Megawati Soekarnoputri mempertanyakan peran dan sumbangsih generasi sekarang terhadap negara selain berunjuk rasa seperti yang dilakukan mahasiswa beberapa pekan terakhir. Karena itu, penulis ingin menulis karya ilmiah populer tentang apa saja yang bisa mahasiswa lakukan untuk unjuk rasa selain dengan cara berdemonstrasi di tempat umum.

Ada beberapa alternatif dalam berunjuk rasa selain dengan berdemostrasi, diantaranya:

1. Melakukan Uji Materi ke MK

Cara pertama yaitu uji materi atau yang biasa disebut judicial review merupakan proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan. Jadi, jika menemukan pasal pada rencana kebijakan pemerintah yang tidak mencerminkan UUD 1945 dan berdasar Pancasila bisa melakukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi.

2. Rapat Dengar Pendapat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun