Hijrah mengajarkan kita sebuah prinsip, agar kuat dalam pemikiran (bukan) hanya fokus pada perubahan amal. Hijrah menunjukkan kita pada kekuatan pemahaman, tidak sekedar mengiyakan (namun) menggali hingga mengerti. Demikianlah hijrah menuntun proses belajar dan perjalanan demi meyakini segala yang dikaji. Tidak cukup yakin, justru yang pokok adalah mengamalkan dan konsisten di atasnya.
Kita yang sedang menjalani, barangkali masih terus berlatih agar istiqomah. Istiqomah pada apa yang dipelajari, nyata dalam lisan dan perbuatan. Istiqomah, setelah betul meyakini dengan tahapan mencerdaskan akal juga menentramkan jiwa.
Maka jika akal masih bergumul, terus bertanya, sementara ia belum paham, bertanyalah hingga cerdas. Kalau jiwa masih meragu tak percaya sepenuhnya, carilah ketenangannya sebab islam adalah rahmat. Jika tak kunjung bertemu keduanya, sulit untuk menghidupkan nilai konsisten. Sebab ada yang belum selesai pada tanya, sementara ia diminta tak banyak bertanya. Sedangkan ia diajari untuk kritis, maka?
Kita menghijrahkan diri agar menemukan kebenaran, bukan semata menghidupkan pembenaran.
Sudahlah, masing-masing boleh memilih caranya untuk konsisten. Tidak perlu merajuk pada yang berjalan di atas rel, pun tak semestinya memandang beda pada yang tak lagi seirama. Ikhlaslah untuk melepaskan, tak ada salahnya. Kita masih bisa beriringan, meski nanti tak akan sejalan.Â
Dalam dekapan ukhuwah, persaudaraan itu karna islam (bukan) sebab terikat jamaah. Lebih manis, bukan?