Selain itu, proses industri yang panjang juga membuka peluang terbentuknya senyawa baru yang bersifat karsinogenik. Contohnya, senyawa acrylamide bisa terbentuk saat pengolahan makanan kaya pati pada suhu sangat tinggi (Fardet, 2016).
Dalam konteks MBG, memasukkan UPF berarti mengabaikan prinsip keamanan pangan preventif, padahal anak-anak sekolah adalah kelompok yang paling rentan terhadap bahaya ini.
Aspek Sosial dan Ekonomi
Tidak bisa dipungkiri, UPF menawarkan keunggulan dalam hal distribusi. Dengan daya simpan lama, makanan bisa dikirim ke banyak sekolah tanpa khawatir cepat basi. Harganya pun relatif murah karena diproduksi massal.
Namun, jika pemerintah memilih jalan pintas dengan memasukkan UPF ke MBG, biaya kesehatan masyarakat di masa depan akan jauh lebih besar. Generasi muda bisa mengalami peningkatan penyakit kronis, yang pada akhirnya menjadi beban ekonomi bagi negara.
Investasi jangka panjang yang benar adalah membangun dapur MBG berbasis bahan segar di sekolah-sekolah, bukan bergantung pada industri UPF. Dengan begitu, anak-anak bisa belajar langsung menghargai makanan sehat, sementara ekonomi lokal (petani, nelayan, UMKM pangan segar) juga ikut berputar.
Apa Solusinya?
Fokus pada Bahan Pangan Segar
Program MBG harus menitikberatkan menu berbasis nasi, lauk hewani-nabati, sayur, dan buah.Gunakan Olahan Minimal yang Sehat
Tempe, tahu, ikan pindang, atau susu pasteurisasi bisa masuk sebagai variasi menu sehat.Bangun Dapur MBG di Sekolah
Dengan dapur sendiri, sekolah bisa mengontrol kualitas bahan dan proses memasak.Edukasi Anak tentang Pangan Sehat
MBG bisa menjadi sarana pembelajaran langsung tentang pentingnya pola makan seimbang.Libatkan UMKM dan Petani Lokal
Alih-alih membeli UPF industri besar, dana MBG bisa digunakan untuk memberdayakan pelaku pangan lokal.