Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gerdema: Mau Dibawa ke Mana?

1 Desember 2014   05:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:23 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desaku yang kucinta, pujaan hatiku

Tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku

Tak mudah kulupakan, Tak mudah bercerai

Selalu ku rindukan, desaku yang permai

(Desaku – karya L Manik)

Judul Buku          : Revolusi dari Desa

Penulis                 : DR. Yansen TP., M.Si

Editor                    : Dodi Mawardi

Penerbit              : PT Elex Media Komputindo

Cetakan               : 1, 2014

Tebal                     :  xxviii, 180 halaman

ISBN                      : 978-602-02-5099-1

Lagu anak-anak Indonesia terkenal tersebut menggambarkan mengani wajah sebuah desa.   Bahwa desa tersebut adalah tempat tinggal orangtua dan handai taulan serta tempat yang permai.  Namun gambaran tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.   Bahwa desa semakin tersudut dan ditinggalkan warganya, ditandai dengan tingkat urbanisasi yang tinggi.    Lalu bagaimana membangkitkannya menjadi desa yang permai, gemah ripah loh jinawi dan mandiri?   Salah satu usaha yang dilakukan adalah membangun desa dengan kemampuan sendiri seperti yang dibahas dalam buku Gerakan dari Desa : Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya  Kepada Rakyat, yang ditulis DR. Yansen TP , MSi.

Revolusi dalam buku ini tentu saja tidak dimaksudkan sebagai perlawanan terhadap suatu sistem pemerintahan.   Revolusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, selain artikan sebagai perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang.   Sehingga revolusi dari desa bisa diartikan adanya suatu perubahan mendasar dalam suatu bidang yang berasal dari desa.

Istilah desa berasal dari bahasa Urdu.   Diambil dari kata Desi yang berarti tanah pusaka.   Jadi tak salah bila dikatakan desa sebagai tempat ayah dan bunda, dan handai taulan.  Desa di Nusantara sendiri sudah dikenal sejak tahun 1114 M pada jaman kerajaan-kerajaan berdasarkan dokumen  sejarah yang dicatat oleh Herman Werner saat melakukan ekspedisi pelayaran ke Asia Timur Jauh.  Dokumen tersebut saat ini tersimpan di Museum Leiden, Belanda.

Sedangkan dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) Pasal 1 butir 1 desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B Ayat (2) Undang Undang Dasar 1945 juga memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Buku Revolusi dari Desa terbit saat saat maraknya pembicaraan mengenai UU Desa.   Buku ini ditulis oleh seorang yang benar-benar berkecimpung dalam urusan pemerintahan desa.   Penulis buku adalah Bupati Kabupaten Malinau untuk masa tugas 2011 -2016.    Sebuah Kabupaten yang menjadi bagian provinsi termuda di Indonesia, Kalimantan Utara.

Gerakan Desa Membangun (GERDEMA) sendiri lahir dari perenungan panjang sang penulis.   Seperti di tulis dalam bab pertama buku ini.   Mengapa elite-elite lokal dan birokrasi pemerintahan daerah yang selama ini telah bekerja keras belum membuahkan hasil yang signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat desa di Kabupaten Malinau? Kunci dari jawaban tersebut adalah perlunya pelibatan masyarakat dalam pembangunan (hal. 12).

GERDEMA berjalan dengan moto “Berubah, Maju, Sejahtera”, serta dulandasi oleh “tekad untuk bekerja keras dan cerdas denhan ketulusan hati yang bersih dan berkomitmen.” (hal. 14)   Gerdema tumbuh dan berasal dari kultur budaya dari desa-desa di Kabupaten Malinau.   Sehingga tidak ada lagi kebijkan pejabat pemerintah pusat yang terbiasa dengan cara pandang “one policy-fit for all”. Seperti kata pengantar Prof DR. Sadu Wasistiono, M.Si dalam buku ini bahwa muncul paradigma baru untuk menyejahterakan masyarakat desa dengan pola hubungan dua arah (bottom up dan top down)

Kabupaten Malinau adalah kabupaten yang baru dibentuk pada tahun 1999 sebagai pecahan dari Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur.    Layaknya negara Swiss, Kabupaten Malinau dikelilingi oleh daratan.  Di sebelah utara  bersebelahan dengan Kabupaten Nunukan, di sebelah timur dengan Kabuoaten Bulungan, Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur.    Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabuoaten Kutai Barat dan Kutai Kertanegara, serta disebelah barat berbatasan dengan Negara Malaysia Timur – Serawak.   Adanya pembentukan provinsi baru Kalimantan Utara, membuat Kabupaten Malinau masuk dalam administrasi wilayah ini.    Kabupaten Malinau sendiri terdiri atas 109 desa dan beberapa diantaranya langsung berbatasan dengan Serawak.

Gesekan bisa saja terjadi bila terjadi ketimpangan sosial dan ekonomi dengan desa negara tetangga  dapat memicu gesekan.   Jangan sampai timbul pikiran desa-desa yang berada di daerah perbatasan lebih menggantungkan kehidupan mereka pada negara tetangga dibandingkan negerinya sendiri.   DR.  Yansen menyadari akan kemungkinan tersebut.

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2011 (sumber : Malinau dalam Angka Tahun 2012), jumlah penduduk Kabupaten Malinau hanya sebanyak 77.405 jiwa, dimana penyebaran penduduknya tidak merata.   Dengan luas wialyah 39.766,33 km2 kepadatan penduduk sebesar 1.95 jiwa/km2.  Bandingkan dengan kepadatan di Jakarta Pusat yang mencapai 18.509 jiwa/km2 atau Kota Bandung dengan kepadatan 13.678 jiwa/km2.

GERDEMA sebagai sebuah paradigma dalam membangun masyarakat desa.  Itulah sebabnya, GERDEMA disebut juga sebagai gerakan Revolusi dari Desa.   Dalam konsep GERDEMA, masyarakat ditempatkan sebagai kekuatan utama dalam pembangunan (hal. 53)    Menurut DR Yansen bahwa terpenting adalah visi dan misi dari pemimpin.  Bahwa desa memilliki otonomi penuh akan wilayahnya.  Berarti pemegang peran penting di sini adalah Kepala Desa sebagai pemimpin sebuah desa.

Nilai-nilai utama yang menciptakan dan memperkuat kepemimpinan GERDEMA adalah : (1) nilai kecerdesan spiritual, (2) nilai kecerdasan emosional, (3) nilai kecerdasan intelektual, (4) nilai kecerdasan ekonomi, dan (5) nilai kecerdasan nasional kebangsaan.   Intinya, pemimpin desa harus memiliki kecerdasan di semua sisi di atas rata-rata.   Dari nilai-nilai utama GERDEMA inilah yang menjadi tanda tanya, apakah sumber daya manusia (SDM) yang ada di desa bisa memenuhi semua kriteria di atas ini?   Selama ini kita tahu bahwa SDM di desa kualitasnya tertinggal dibandingkan dengan regional seperti kabupaten atau kota.

Namun yang menjadi pertanyaan, bisakan nilai-nilai utama ini dipenuhi oleh seorang Kepala Desa?   Banyak Kepada Desa hanya berpendidikan tamatan SMP atau SMA.   Selain itu mereka selama ini tidak pernah mengelola uang sebanyak itu.   Banyak pula mereka yang tidak memiliki pengalaman mempunyai pembukuan keuangan secara baik dan benar.   Ini menjadi tantangan untuk Kabupaten Malinau.  Sayang sekali, dalam buku ini tidak diberikan gambaran mengenai sumber daya yang ada di Kabupaten Malinau.    Jika ada, ini akan menjadi pembanding bagi daerah lain.  Jika desa-desa di Kabupaten Malinau bisa, desa-desa lain juga bisa.  Kelemahan sumber daya ini yang harus dipikirkan oleh pemimpin di Kabupaten Malinau.   Karena berdasarakan roadmap dari GERDEMA, program ini butuh pemimpin yang cerdas, kreatif, dan inovatif.

Berdasarkan Malinau Dalam Angka Tahun 2011, jumlah yang belum sekolah sebanyak 20.520 orang (26,51), tidak tamat SD 14.504 orang (18,74%), Tamat SD 13.733 orang (17,74%), Tamat SMP 9,894 orang (12,78%), SMA 13.795 orang (17,82), Diploma 728 orang (0,94%), dan sarjana 4.231 orang (5,47%).   Memang data ini diambil di tahun 2011 dan dapat dijadikan pembanding mengenai sumber daya manusia di Kabupaten Malinau.   Perlu kerja keras dari stakeholder di Kabupaten Malinau untuk meningkatkan SDM-nya.

Selain itu, keinginan warga desa sangat sederhana, yaitu pemenuhan kebutuhan umum (hal 56).  Secara umum, penentuan strategi pembangunan harus berdasarkan pada tingkat kepuasan dasar masyarakat, yaitu : rasa bangga, senang, nyaman, keindahan, sehat, pintar, dan tertib.   Memang terlihat sederhana namun kompleksitas tinggi untuk dilaksanakan.  Tolak ukurnya apa untuk menilai kepuasan dasar ini?  Dewasa ini memang sedang diperhitungan bahwa pembangunan hendaknya diukur dengan Indeks Kebahagiaan.

Suksesnya Gerdema akan mengurangi laju urbanisasi dan menarik pendatang ke Kabupaten Malinau.   Ketimpangan pembangunan antara desa dan kota bisa dikurangi.   Namun hati-hati, dana yang besar yang masuk ke desa-desa harus diawasi dan dilaporkan secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.

GERDEMA sendiri sudah dipraktekkan sebelum UU Nomor 6 Tahun 2014 disahkan.   GERDEMA dilaksanakan di Kabupaten Malinau dimulai pada Januari 2012.   DR. Yansen TP., MSi sebagai putera daerah yang dilahirkan dan dibesarkan di kabupaten ini tentu paham apa yang dibutuhkan masyarakat.  GERDEMA mencoba untuk menghilangkan hubungan satu arah, dimana perintah selalu datang dari atas (top down).   GERDEMA menerapkan sistem top down dan bottom up, hubungan seimbang dan dua arah ini salah satu kunci keberhasilan.    Banyak kabupaten yang mengabaikan pentingnya revitalisasi desa.  Sehingga apa yang menjadi aspirasi masyarakat di lapisan bawah bisa diapresiasi oleh mereka yang memiliki kewenangan (stakeholder).

Berkat usaha DR. Yansen, TP., MSi melaksanakan GERDEMA, pada 2013, konsep GERDEMA di Malinau termasuk dalam penerima penghargaan Innovative Government Award dari Kementerian Dalam Negeri.   DR. Yansen TP., MSi menyadari bahwa desa bukan lagi sebagai obyek pembangunan seperti di masa lalu tetapi telah menajadi subyek pembangunan.

Maju mundurnya sebuah desa tergantung kepada desa itu sendiri.   Apalagi sebagian desa-desa di Kabupaten Malinau ini berbatasan dengan Negara tetangga Malaysia.   Ada tarik menarik terkait dengan masalah kesejahteraan dan keamanan masyarakatnya.  Masyarakat desa akan membandingkan kesejahetraan mereka dengan desa yang ada di Negara tetangga.   Jangankan dengan negara tetangga, warga desa juga kan membandingkan dengan Kabupaten/Kota kaya lainnya yang bedekatan dengan wiayah mereka.   Sebut saja macam Kabupaten Kutai Kertanegara yang berdasarkan riset majalah SWA Edisi April 2014 dinobatkan sebagai Kabupaten/Kota terkaya 2014 ranking 2 (dibawah Kota Surabaya), Kabupaten Kutai Timur (rangking 4), dan Kutai Barat (ranking 11).

GERDEMA bisa menjadi pedoman dalam meningkatkan kesejahteraan warga desa, juga untuk mencegah terjadinya urbanisasi.   GERDEMA akan menjadikan desa-desa di Kabupaten Malinau sebagai desa yang maju dan mandiri.    Hal ini juga sejalan dengan spirit dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah, dan Transmigrasi.   Kementerian ini menargetkan 3.500 desa menjadi desa mandiri akhir tahun 2015.   Gerakan desa mandiri yang dicanangkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi harus memiliki kriteria beberapa persyaratan sepertoi tingkat kematian ibu dan anak saat kelahiran nol persen, 95 persen rumah tangga harus memiliki fasilitas mandi, cuci, dan kakus (MCK).  Syarat lainnya 97,5 persen penduduk di atas usia 10 tahun bebas buta huruf, rumah tangga sudah teraliri listrik, dan beberapa kriteria lainnya.

Saat ini dari 7.300 desa baru ada 3 (tiga) desa yang memenuhi syarat desa mandiri.    Ketiga desa tersebut ada di Yogyakarta dan Makassar.  Itu artinya, Kabupaten Malinau saat ini belum dapat dikatakan sebagai desa mandiri.   Untuk mencapai apa yang disyaratkan dalam kriteria desa mandiri ini, desa-desa di Kabupaten Malinau dapat saling melengkapinya dengan program GERDEMA.    Intinya, kedua program ini berusaha untuk mewujudkan desa mandiri.   Bedanya GERDEMA merupakan inovasi Kabupaten Malinau untuk mencapai desa mandiri.

GERDEMA-lah yang pedoman untuk mengawal desa-desa di Kabupaten di Malinau sebagai desa mandiri.  GERDEMA disemangi dengan corak budaya, dan potensi yang ada di Kabupaten Malinau.    Meskipun hutan adalah aset utama Kabupaten Malinau, namun dalam programnya Kabupaten Malinau lebih menfokuskan pada pertanian dan pariwisata.     Hal tersebut terlihat dalam Tiga Komitmen Pembangunan Kabupaten Malinau :

1.Mewujudkan Malinau sebagai Kabupaten Pariwisata

2.Membangun Sektor Pariwisata Pertanian Melalui Revitalisasi

3.Mewujudkan RSUD sebagai Rumah Sakit Rujukan

Usaha untuk mewujudkan desa mandiri terlihat dari kenyatan bahwa Pemerintah Kabupaten Malinau menjadi pemerintahan daerah yang paling banyak menyerahkan urusan kepada Desa sesuai Perbup No. 13 Tahun 2011 tentang Penyerahan Urusan kepada Pemerintah Desa.  Ada 31 urusan dari Pemerintah Kabupaten yang diserahkan kepada Pemerintah Desa (hal. 120, namun pada hal. 166 disebutkan ada 33 urusan yang diserahkan).  Penyerahan urusan dari pemerintahan kabupaten kepada pemerintah desa ini sebagai tidak lanjut dari prinsip berbagi kekuasaan (sharing power).   Jadi apa yang dikatakan selaras dengan perbuatan.  Bukan NATO alias Not Action Talk Only atau Omdo alias Omong Doang.

Pada bagian akhir buku ini disajikan rekam jejak sebelum dan sesudah GERDEMA.  Beberapa indikator keberhasilan GERDEMA adalah meningkatnya alokasi dana yang langsung dikelola desa dimana sebelumnya hanya berkisar Rp. 200 – 500 juta/desa/tahun menjadi Rp. 1,2 – 1,3 Milyar/desa/tahun.  Penghasilan aparat desa yang sebelumnya Rp. 800 ribu perbulan meningkat menjadi 1.2 juta/bulan.   Lalu ada pertanggungjawaban keuangan desa lebih transparan karena disampaikan dalam sidang peripurna, yang dilaksanakan BPD dan terbuka untuk umum.  Setidaknya ada 12 indikator keberhasilan GERDEMA yang dijelaskan dalam buku ini (hal. 164, namun pada halaman selanjutnya disebutkan 15 indikator. Tiga  indikator tambahan tersebut : demokratisasi, kepeminpinan, dan perekonomian desa).

Sayangnya indikator tersebut lebih banyak bertumpu pada pembangunan manusia (insani).   Padahal gerakan GERDEMA selain bertumpu pada pembangunan insani, juga penting untuk memperhatikan pembangunan fisik.    Semestinya juga ditampilkan indikator fisik dari kesuksesan GERDEMA tersebut.  MIsalkan berapa banyak akses jalan yang dibangun, berapa banyak puskemas baru yang muncul, sudah berapa sekolah yang hadir, dan lainnya.    Ini untuk menunjukkan bahwa Kabupaten Malinau memang komitmen dengan Tiga Komitmen Pembangunan.  Akses jalan penting untuk mendukung pariwisata, pertanian, sekaligus kesehatan.    Dengan wilayah yang demikian luas dan penduduk yang tersebar disertai dengan wilayah berbatasan dengan Malaysia, akses jalan menjadi penting.   Demikian halnya dengan pembangunan puskesmas karena menjadi pendukung dari usaha untuk  mewujudkan RSUD sebagai rumah sakit rujukan.   Pembangunan sekolah menujukkan komitmen Kabupaten Malinau untuk memajukan sumber daya manusia di wilayahnya.

Dalam rekam jejak GERDEMA disebutkan bahwa anggaran tiap desa/tahun bertambah menjadi Rp 1,2 -1,3 Milyar.    Selain itu dengan adanya UU Desa, tiap desa mendapatkan alokasi dari APBN TA. 2014 sebesar Rp 1,4 milyar.    Hingga setiap desa di Kabupaten Malinau mendapat sekitar 2,6 Milyar pertahun.    Jadi Rp. 2,6 Milyar dikalikan dengan 109 desa,  total Rp. 283,4  Milyar.   Dana yang begitu besar.    Kalau jumlah tersebut dibagi dengan jumlah penduduk Kabupaten Malinau, maka alokasi per jiwa/tahun menjadi Rp.  3.661.262.

Dengan adanya GERDEMA, masyarakat desa juga perlu dilibatkan dalam pengawasan penggunaan dana desa ini.   Kepala Desa wajib melaporkan setiap kegiatan yang dilakukan secara transparan (termasuk sebagai salah satu keberhasilan GERDEMA).   Pasal 72 Ayat 5 (5) dan Pasal 75 UU Desa bahwa Kepala Desa dan perangkatnya berkuasa penuh mengatur pengelolaan keuangan desa.  Itu pulalah yang menjadi poin penting dalam nilai kepemimpinan GERDEMA, nilai kecerdesan ekonomi.

Pecunia non omet, bahwa uang tidak berbau.  Uang sering membutakan orang.   Karena besarnya dana yang masuk ke desa (baik dari APBN maupun APBD) menyebabkan orang berlomba untuk membentuk desa atau memekarkan diri menjadi desa.   DR Yansen TP, MSi  juga menyadari hal tersebut, dalam Gerdema terdapat 13 ideal yang harus dicapai sebagai perwujudan keberhasilannya.  Salah satu tolak ukur keberhasilan program Gerdema salah satunya adalah terwujudnya transparasi di desa.   Diharapkan dengan adanya keterbukaan informasi, masyarakat bisa berperan aktif mengawasi penggunaan dana desa yang demikian besar.

Dari 109 desa di Kabupaten Malinau, baru satu yang desa yang menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ ) Desa (April 2013).   Ini perlu mendapatkan perhatian khusus, jangan sampai transparansi ini menjadi batu sandungan dalam pelaksanaan GERDEMA.   Seperti disampaikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jakfar dengan meminta bantuan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) mengawal proses pencairan dana Rp. 1,4  miliar rupiah per desa/tahun.   Hal ini dilakukan karena Marwan khawatir program dana desa ini rawan penyelewengan (Kompas, 28/11/2014).

Pengawasan pelaksanaan GARDEMA akan dilakukan melalui pengawasan internal yang  oleh Inspektur Kabupaten Malinau dan Forum Partisipasi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (LP3MD)   serta pengawasan eksternal dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).    Di sini pula letak pentingnya nilai kecerdasan spiritual sebagai seorang pemimpin desa.   Harus tahan godaan materi.

Ini menjadi tugas penting GERDEMA selanjutnya.   Tugas DR Yansen TP, MSi memang sebagai Kabupaten Malinau masih panjang.   Dengan komitmen beliau untuk memajukan desa-desa di wilayah yang dipimpinnya, akan ada perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan GERDEMA.  Sebagai pemimpin akan selalu menerima masukan dan kritik untuk kemajuan wilayahnya.   Namun sebagai langkah awal pembangunan desa, GERDEMA menjadi contoh untuk menjadi pelaksan aan otonomi desa.   For the from the people, and by the people.

Banyak hal positif terjadi ketika GERDEMA berhasil dilaksanakan.   Ini bisa menjadi pembelajaran dan indikator keberhasilan bagi daerah lain yang ingin menerapkan GERDEMA.  Keberhasilan GERDEMA akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, mengurangi pengangguran, mencegah urbanisasi, bahkan dapat melahirkan gerakan baru berupa gerakan kembali membangun desa.   Desa yang selama ini dipinggirkan kembali menjadi primadona.

GERDEMA memang masih seumur jagung.   Konsep ini baru dilaksanakan di Kabupaten Malinau pada Januari 2012 atau  belum genap tiga tahun.    Masih terlalu dini untuk menilai keberhasilan atau kegagalan GERDEMA.   Semua bergantung pada kemauan para pemimpin-pemimpin desa di Kabupaten Malinau untuk melaksanakannya.   Seperti dikutip pada testimoni di awal buku ini (hal. ix) mengapa DR. Yansen TP, MSi berani memberikan otonomi kepada masyarakat? DR. Yansen TP., MSi. Menjawab :  “Pada awalnya wajar jika rakyat mengalami kesulitan dalam melakukan otonomi desa.  Akan tetapi, jika terus dilakukan pembinaan dan pemberdayaan, lama kelamaan rakyat menjadi cerdas, mampu, dan mandiri.”

Pada akhirnya, mengutip lirik lagu band Armada, mau dibawa ke mana? Quo Vadis? Mau dibawa ke tingkat yang lebih tinggi atau sebaliknya, terpuruk karena gagal memenuhi indikator yang ditetapkan dalam GERDEMA.   Biar waktu dan desa-desa di Kabupaten Malinau yang akan menjawabnya.

Kalau Kompasianer penasaran dengan buku Revolusi dari Desa – DR. Yansen TP, MSi dan belum sempat membacanya, buku tersebut bisa diunduh di sini.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun